Tag

, , ,

Author: Bee

Main Cast: Bee, Yesung, SuperJunior.

Category: Marriage Guide LongShot ff

OST: 7 Years of Love by Kyuhyun Super Junior {highly recommended}

B’s note: This is just an ff. I have tried my best to describe whatever I have in mind. So if you don’t like it, do comment or leave. If you like it, please comment (or just like it, whateva). ^b^

url: http://wp.me/p1rQNR-2r

=======================

Finally oh finally! 10 days of writing! Saya persembahkan: episode terakhir dari serial Marriage Guide pasangan YeBee! Semoga reader semua menikmatinya. Harapan sayah, readers menikmati lalu KOMEN. Heheheheh.. Anyeong ^b^

=======================

Aish, mataku perih kena tetesan keringatku sendiri. Begini ya daerah tropis itu? Udah pake AC tetep aja panas luar biasa. Tapi untunglah sekarang penampilan kami udah berakhir. Aku ga sabar untuk segera ganti baju dan menemuinya. Mungkinkah sekarang dia udah sampe di backstage? Terakhir tadi aku ga liat dia di tempat penonton yang aku siapin untuknya.

“Jongwoon-a! Yah, kerja yang hebat! Chukae!” Jungsoo hyung merangkulku dari belakang. Heish, nambah panas aja. Segera kusingkirkan lengannya. Dia langsung menyerbu yang lain.

Hah…

Konser yang hebat. Aku puas dengan kerja kami. Ini kedua kalinya kami memasukkan Indonesia dalam negara yang kami kunjungi untuk Super Show. Ga terasa, kami udah melakukan 5 rangkaian Super Show.

Tiba-tiba aku melihatnya. Di sanalah dia. Wanita yang selalu jadi yang tercantik di mataku. Well, aku ga bisa bener-bener milih sih, dia atau ibuku yang paling cantik. Ah, dia keliatan fresh banget. Ga nampak bahwa dia keganggu dengan udara panas. Ya iyalah, kan dia berasal dari sini. Tentu aja dia udah terbiasa dengan udara panas begini.

Aku merasakan desakan untuk segera berlari memeluknya. Apalagi pemandangan dia sedang menggendong wanita tercantik kedua sangat menggoda. Mereka adalah malaikatku… Aku membuka mulut hendak memanggilnya…

“Dennisaaaaa! Appa kangeeen!” kulihat Sungmin berlari memeluk kedua malaikatku.

Bee terlihat tersenyum bahagia, dan dengan rela melepaskan Dennisa untuk dipeluk Sungmin. Ciss! Apa-apaan itu senyumnya?! Kulihat dengan puas Sungmin terus menciumi Dennisaku yang manis. Tapi yang membuat darahku menggelegak adalah tangannya yang terus menggenggam tangan Bee.

“Ya!” aku membentak Sungmin. Kulepaskan tangannya dan kurebut Dennisa dari gendongannya. Dennisa yang terkejut langsung menangis. “Omo, uri Dennisa. Appa jalmothesseo. Mianhe, mianhe uri Gongja… Cup cup cup…” aku meminta maaf pada peri kecil itu.

Sungmin marah kepadaku. “Ya Hyung! Kenapa kasar begitu sih? Dennisa kan jadi takut!”

“Habisnya seenaknya aja kau bilang, apa tadi? Appa?!” aku memandangnya sengit. Dennisa masih menangis di pelukanku. Gara-gara Sungmin nih… Anak itu dari dulu selaluuuu aja mengintervensi (jiah, keren banget gue ngomong) hubunganku sama Bee.

“Emang kenapa? Kan aku emang Sungmin Appa!”

Bee berusaha mengambil Dennisa dari gendonganku dan menenangkan putri kesayanganku itu. “Kau itu Sungmin Samchon! Bukan Appa! Appanya itu aku!”

Sekarang member yang lain sedang mengerubungi Dennisa. Kurasa mereka udah ga peduli lagi dengan kami berdua. Kalau menyangkut Bee dan Dennisa emang kami ga pernah akur. Apalagi sejak sampai di Indonesia beberapa hari yang lalu. Bukan salahku! Sungmin selalu aja cari-cari perhatian dari Bee maupun Dennisa.

“Ga mau! Pokoknya aku juga Appanya!” Sungmin ngelawan. Kumat deh kolokannya. Mentang-mentang di depan Bee.

Sekarang Dennisa sedang digendong Jungsoo hyung. Udah pantes tuh kayaknya dia ngegendong anak. “Udah, udah! Kalian ini malu-maluin aja. Masuk!” katanya tegas sambil nyuruh kami masuk ke ruang ganti. Dennisa malah sibuk main-mainin idungnya Jungsoo hyung.

“Dennisa, sini Appa gendong. Appa kan kangen, Sayang…” aku mengabaikan Sungmin dan mendekati Dennisa.

Sial. Anak itu malah nangis ngeliat aku. Aku memandang putus asa. Apa salahku??? Kupandangi Bee dengan sedih. “Wae?” tanyaku putus asa.

Dia cuman ketawa. Badannya bergerak-gerak lucu. Sejak melahirkan Dennisa, wanita itu emang ga bisa balik sekurus dulu lagi. Sekarang badannya lebih berisi. Tapi di mataku dia tetep istimewa. Dia mendekati Jungsoo hyung dan berusaha membujuk Dennisa agar mau ikut dengannya. Ternyata Dennisa tetap menolak. Dia lalu berkata padaku, “Mungkin Dennisa udah jatuh cinta sama Leeteuk Oppa,” kata wanita itu santai.

“Dennisa andweh! Appa ga mau punya menantu lebih tua dari Appa!” dengan khawatir aku membujuk Dennisa.

Plak! Tangan Jungsoo hyung melayang ke kepalaku. “Ya! Jangan bawa-bawa umur di depan Dennisa!”

Sial kau hyung! Sakit tau! Tapi aku ga berani ngomong sih. Kayaknya Jungsoo hyung makin sensi akhir-akhir ini kalo ngomongin umur. Hatiku sedih ngeliat Dennisa ga mau kugendong. Maka akhirnya aku ngeloyor meluk Bee. “Sayaaang…” kataku manja.

Bee membalas pelukanku. Ah, rasanya seperti pulang. Emang hanya wanita ini yang bisa membuatku senyaman ini. “Bogoshippo,” ujarku padanya.

“Kalian ini ga berubah ya!” Heechul hyung menghardik kami. “Udah ada Dennisa, dia udah lebih dari setahun, kaliannya masih aja bertingkah menjijikan!”

“Oppa!” Bee memprotes. “Namanya juga kangen. Emangnya Oppa ga pernah kangen sama orang apa?”

“Ya pernah, tapi ga kaya kalian gini!”

“Hyung!” aku menegur hyungku itu. Bagaimanapun juga dia ga perlu nyinyir gitu kan?

“Wae?!” Heechul hyung balas membentak. Yang langsung ditegur oleh Jungsoo hyung karena sekarang Dennisa tampak ketakutan dan memeluk leher Jungsoo hyung dengan erat. Oh Tuhan, tolong jangan biarkan Dennisa tersesat, bukakanlah hati nuraninya agar menjauhi Jungsoo hyung… aku bener-bener ga rela, Ya Tuhan.

“Sudahlah, ayo kita keluar saja. Kita beri waktu mereka sebentar,” Eunhyuk mengusulkan sambil menarik semua orang keluar. Tumben tuh anak pengertian.

Heechul hyung malah protes. “Kenapa kita yang mesti keluar?! Mereka dong yang suruh keluar! 9 lawan 2!”

Tapi semua orang untungnya lebih mendukung ide Eunhyuk, maka mereka ikut membantu menggiring Heechul hyung keluar. Hooo~h! syukurlah.

Di pintu Eunhyuk berkata padaku, “Hyung, 10 menit!”

“Oh, arasseo!” aku menyetujuinya. Cukuplah 10 menit.

“Sayang, akhirnya kita bisa berduaan!” aku berseru mengeratkan pelukanku pada Bee.

Tapi Bee malah melepaskan pelukanku. Tadi katanya kangen, kok sekarang malah menghindar? Sejak ada Dennisa dia jadi aneh deh.

“Anja. Lap dulu keringetmu itu!” dia nyuruh aku. Segera aku turuti.

“Gimana kabarmu?” tanya Bee duduk di hadapanku.

“Hebat!” kataku bersemangat “Apalagi setelah ngeliat kamu tadi nungguin di situ,” aku menunjuk pintu ruang ganti dengan kepalaku.

Dia tertawa renyah. Tawa yang selalu bikin aku pengin nyium dia. “Kamu kangen sama aku?” aku menumpukan sikuku pada kedua lutut, sehingga dalam posisi ini sekarang mukaku lebih dekat ke wajahnya.

Ah, seperti sudah kuduga, wajahnya langsung memerah. Tapi dia emang wanita istimewa. Dia ga mengalihkan pandangannya dariku, malah sekarang tangannya mengelus pipiku. “Kangen. Kangen banget,” dikecupnya pipiku singkat.

“Kamu keliatan bahagia,” katanya melanjutkan.

Senyumku menghilang sedikit. Akulah yang akhirnya memutuskan kontak mata kami. Kujatuhkan pandanganku ke lantai. Ketika akhirnya aku siap memandangnya lagi, aku melakukannya sambil tersenyum. Kuanggukkan kepalaku, “Aku bahagia.”

“Syukurlah,” dia memiringkan kepalanya. Ough, aku benar-benar ingin menciumnya.

Dan aku melakukannya. Kucium bibirnya sekilas. Rasanya masih sama seperti biasanya.

Dia terkejut dan menepuk tanganku pelan. “Ya~” protesnya.

“Wae?” aku bangun sambil bertanya padanya. Kenapa dia masih suka malu-malu begitu sih di hadapanku? Bikin tambah gemes aja.

Kuhampiri tasku dan mengaduk-aduk isinya mencari sesuatu.

“Katanya kamu mau ngomong sesuatu?” dia nanya ke aku.

“Ya. Ada yang mau aku tunjukin ke kamu.” Ketemu.

Kuambil kertas itu dan kubawa ke hadapannya. Kuserahkan padanya. “Aku ingin menyerahkan ini langsung padamu.”

Mulutnya ternganga. Dia menerima kertas itu dengan penasaran dan membacanya dengan seksama. Lama-kelamaan aku bisa melihat matanya berkaca-kaca. Dia menutup mulutnya menahan haru, “Ige, jinjja?!”

Aku menatapnya. Lalu mengangguk. Senyum tipis mengambang di mulutku.

“Ini…” desahnya. “Maumu?” dia bertanya lagi padaku.

“Oh,” aku mengiyakan.

Akhirnya air matanya menetes. Aku bisa melihat di sana, kelegaan dan kebahagiaan. “Yesung-a… Ini hebat!”

“Arasseo.”

“I sarami, nugu?” dia bertanya lagi padaku.

“Seseorang yang berarti,” jawabku mengambil undangan pernikahanku dari tangannya.

Kutunjukkan padanya sebuah kolom kosong di dalamnya, “Tanggalnya masih kosong. Karena kami baru mulai merencanakannya. Tapi aku ingin memberitahumu secepatnya.”

Dia menangis. Benar-benar menangis sekarang. Jujur aku ga tahu bagaimana tepatnya perasaanku.

Oh Suyeon, wanita itu hadir begitu saja dalam hidupku. Dia mungkin bukan wanita istimewa, tapi entah bagaimana aku merasa terikat dengannya, sejak pertama orang tuaku mengenalkannya padaku.

“Yesung-a… chukae. Jeongmal chukae,” isak Bee dalam tangisnya.

Aku tersenyum melihatnya. Aku bergerak hendak memeluknya, tapi dia menghindar. “Ani. Kita harus menghentikan ini. Semuanya sudah berubah sekarang, Yesung. Kita ga seperti dulu lagi.”

Aku menyadari kebenaran kata-katanya, maka aku mengangguk menurutinya. “Neon, eotte?” aku bertanya padanya.

Kulihat dia menggigit bibir. “Aku bahagia. Aku bahagia untukmu. Sungguh, ini berita terhebat! Pokoknya kamu ga boleh lupa ngabarin aku tentang tanggal pastinya!”

Aku belum sempat menjawab ketika pintu diketuk. Di sana, muncullah wajah yang familiar untukku. Wajah Indonesia yang ramah dan baik hati. Pria yang kalah ganteng dariku, tapi memenangkan Bee. Dialah Ayah Dennisa. Dia masuk dengan Dennisa menggelayut manja dalam gendongannya. Sedih hatiku bahwa Dennisa masih takut padaku sampai sekarang.

“Ayah!” Bee menyambutnya dengan gembira. Pria itu memeluk Bee-ku yang istimewa, dan aku bisa melihat bahwa mereka memang diciptakan untuk satu sama lain. Kali ini rasa sakit di hatiku sudah hampir hilang melihat kebersamaan mereka.

“Ayah, Yesung mau menikah!” seru Bee dalam bahasa Korea. Ah, aku belum menyebutkan ya? Pria itu adalah seorang importir alat-alat kecantikan Korea untuk Indonesia, jadi dia fasih berbahasa Korea. Dan tidak, mereka tidak bertemu di Korea. Sama seperti aku dan Suyeon, orang tua Bee memperkenalkan mereka di Indonesia ini, lalu mereka memutuskan untuk menikah.

“Ah, chukahamnida, Yesung ssi.” Pria itu mendekat padaku dan menyalamiku. Harus kuakui, aku mungkin memang pantas kalah darinya. Sebab kalau aku berada di posisinya, aku pasti ga akan memperbolehkan Bee dekat-dekat denganku padahal tahu kami dulu memiliki hubungan yang sangat istimewa. Apalagi memperbolehkannya menemuiku di backstage area begini, nonton konsernya saja kurasa ga akan kuijinkan.

“Ne,” aku nyengir lebar menyambut uluran tangannya.

“Jadi kapan pernikahannya?”

Aku tertawa malu. “Sebenarnya tanggalnya belum ditetapkan, tapi sedang dalam proses. Aku memberi tahu Bee ssi sekarang karena kebetulan kami sedang di Indonesia, dan aku ingin segera memberi tahunya kabar gembira ini.”

“Oh begitu. Tapi tetep aja itu berita hebat, ya Bunda?”

Bunda. Itu berbeda dengan ‘sayang’. Aku ga tau artinya apa, dan ga yakin aku mau tahu.

“Hyung!” tiba-tiba Eunhyuk muncul dari balik pintu.

Bee segera tanggap. “Ah, kalau begitu kami keluar aja dulu. Kita ketemu lagi di hotel ya? Nanti kami mampir. Kamu udah punya nomor Indonesiaku kan?”

“Belum,” jawabku.

Dia lalu menyuruhku menyimpannya. Kemudian dia dan suaminya buru-buru keluar, meninggalkanku menatap kepergian mereka yang digantikan oleh ributnya anggota member.

“Hyung, eotteohke?” Ryeowook bertanya. Memang semua sudah tahu bahwa kedatangan Bee kemari adalah karena undanganku dan karena aku ingin memberitahunya tentang pernikahanku.

“Ne, sudah beres,” jawabku sambil tersenyum.

“Hyung!” Sungmin terkejut melihatku. “Gwenchanha?”

Aku menggeleng lalu mengusap mataku. Aku ga tahu kenapa aku menangis. Hatiku merasa sakit sekaligus lega. Mungkinkah ini karena aku akhirnya bisa melepasnya? Awalnya aku cukup yakin aku akan baik-baik saja ketika bertemu dengannya lagi, tapi entah bagaimana sekarang ini hatiku menahan perih.

Jangan salah sangka. Sudah lama aku mengikhlaskannya.

Enam bulan setelah kami berhubungan, dia membicarakan hal yang sebenarnya padaku, bahwa agamanya menjadi alasan utama kami ga bisa menikah. Bahwa dia ga mungkin mengganti kepercayaannya dan ga mau memaksaku mengikutinya. Yang akhirnya membuatnya bertekad bulat untuk mengakhiri hubungan kami.

Saat itu aku sangat shock. Bukankah Tuhan itu yang paling mengerti umatNya? Mengapa kami ga bisa bersatu dalam pernikahan? Mengapa Tuhannya ga mau mengerti kami? Padahal kami saling mencintai. Kenapa? Kenapa?

Selama setengah tahun aku terus mencari jawabannya. Awalnya aku berpikir bahwa dia sebenarnya ga sungguh-sungguh mencintaiku. Hanya cinta lokasi yang berlanjut. Sungguh, aku lebih berharap itulah yang terjadi. Paling ga dengan begitu masih ada yang bisa kulakukan untuk membuatnya mencintaiku.

Aku terus mendesaknya hingga dia malah bereaksi diluar dugaanku, menghilang. Ya, selama beberapa bulan aku sempat kehilangan keberadaannya. Aku ga menemukan dia dimana pun. Dia pindah rumah, keluar dari pekerjaannya, teleponku masuk, tapi ga pernah diangkatnya. Hanya sekali datang smsnya untukku. ‘Hentikan, Jongwoon-a. Aku sangat mencintaimu hingga sakit sekali rasanya berpisah darimu. Tapi aku ga bisa terus bersamamu. Mari kita akhiri semuanya dengan tegar.’ Begitu isi pesannya.

Saat itu aku menjadi gila. Aku ingin berteriak kepadanya, kenapa dia ingin berpisah denganku kalau hatinya sakit saat berpisah denganku? Apa dia seorang masokis? Apa dia ga peduli padaku?! Tapi aku ga bisa menemukannya dimanapun.

Di masa-masa itu member lain sangat khawatir padaku sebab sejak aku ga bisa menemukan Bee, aku terus-menerus menerima semua pekerjaan yang datang, tanpa istirahat sekejap pun. Ga satupun yang aku tolak, sementara mereka tahu aku diam-diam menyewa detektif swasta untuk mencari keberadaan Bee.

Akhirnya detektif yang kusewa berhasil menemukannya. Aku masih ingat hari itu aku seharusnya shooting untuk acara talk show, tapi aku pura-pura sakit dan kabur. Manager kami sangat marah saat dia mengetahui aku membohonginya, tapi aku ga peduli. Toh saat dia tahu waktu itu aku udah di jalan tol menuju ke alamat yang menurut detektifku adalah alamat terbaru Bee. Dia tinggal di Jeollabuk-do, jauh sekali dari Seoul.

Saat menemukannya, entah kenapa aku ga berani mendekatinya. Dia tampak semakin kurus. Rambutnya udah lebih panjang dari yang kuingat, tapi sosok tubuhnya terlihat sangat rapuh sehingga aku takut dia bisa tumbang hanya karena sedikit keterkejutan. Makanya aku merasa ragu untuk muncul di hadapannya.

Aku mengikutinya diam-diam selama dua hari sambil merencanakan bagaimana aku akan muncul di hadapannya. Sampai akhirnya hari itu datang, ketika dia tampaknya akan melakukan pendakian ke Daedunsan. Terburu-buru aku mendesak pengelola untuk menyewakan alat pendakian kepadaku. Aku mengikutinya dengan peralatan dan bekal sekadarnya. Di sepanjang jalan kami berdua kepayahan mendaki, tapi aku ga berhenti mengikutiknya kecuali saat dia berhenti. Akhirnya begitu sampai di puncak, aku melihatnya. Dia berteriak memanggil namaku dan meminta maaf.

Saat itulah aku tahu. Dia hancur, sama sepertiku. Dia mencintaiku, sama sepertiku mencintainya.

Tapi kami hanya manusia. Tuhan yang memiliki kami, dan dia tidak berani menentangNya. Aku disadarkan bahwa inilah takdir kami. Aku ga bisa menyalahkan atau membencinya karena lebih memilih Tuhan dibandingkan aku, yang hanya manusia.

Aku justru mengaguminya karena sejak itu aku terus memperhatikannya dari jauh. Melihat betapa dia berusaha sekuat tenaganya untuk tidak tumbang melawan kepedihan hatinya. Aku menghubunginya terang-terangan beberapa hari kemudian dan memintanya untuk tidak menghilang lagi. Menawarkan pertemanan yang kuharap bisa kujalani dengannya. Paling tidak aku masih bisa melihatnya, mungkin itu cukup untukku.

Untunglah dia mau memenuhi permintaanku. Dia kembali ke Seoul. Kami bertemu dan berhubungan lagi sebagai teman. Kami tahu perasaan kami masih kuat satu sama lain, tapi kekerasan tekadnya menjagaku untuk tetap berada di zonaku sebagai temannya.

Ketika akhirnya dia mengatakan padaku bahwa dia akan pulang ke Indonesia, dan mungkin untuk selamanya karena kemungkinan dia akan menikah, aku merasakan hatiku membeku. Aku bersyukur kebekuannya merambat ke senyumku. Aku sanggup mempertahankan senyumku hingga pesawatnya pergi meninggalkan langit Korea.

Sejak saat itu, dengan berbekal kepercayaanku akan kebahagiaannya, aku memulai hidupku lagi. Kami masih saling berhubungan lewat e-mail, chatbox, kadang-kadang telepon dan sms, termasuk setelah pernikahannya. Aku lega karena suaminya orang yang luar biasa baik, sangat menyayanginya, dan yang paling bagus adalah, cukup mampu untuk membawanya bolak-balik Korea-Indonesia. Aku masih bisa menemuinya, meskipun ga mungkin memilikinya.

Untukku, selamanya dia yang teristimewa.

Aku terduduk di bangku membiarkan air mataku mengalir. Ga ada member yang berbicara. Suatu hal yang janggal untuk kami. Hanya terdengar hela nafasku yang sesekali sangat berat.

Sekarang ini seorang Oh Suyeon telah hadir dalam hidupku. Kedua orang tuaku yang memperkenalkannya padaku. Mereka ga memaksa, tapi wanita itu berhasil menghangatkan hatiku sedikit demi sedikit. Bekunya hati dan senyumku lambat laun bisa dicairkannya. Hingga kini, aku sangat bersyukur bahwa dia ada, dan menunjukkan padaku cara yang lain dalam mencintai, sebab ga akan mungkin aku mencintai wanita lain seperti aku mencintai Bee. Cinta seperti itu hanya satu di duniaku.

Aku mencintai Suyeon, dan mungkin karenanyalah saat ini aku menangis, melepaskan semua rantai perasaanku untuk Bee. Mungkin selama ini aku hanya tidak berani melepaskannya, dan hari ini akhirnya aku mendapatkan keberanian itu. Inilah air mata terakhirku untuknya. Bee, wanitaku yang paling istimewa. Aku mengeluarkan semuanya.

Pelukan Siwon menyadarkanku. Kuamati ruang ganti kami. Semua orang memasang wajah murung. Kedua hyung sedang duduk muram di pojokan. Dongsaeng-dongsaengku sedang menatapku khawatir. Bahkan Donghae memegang segelas air tepat di depanku.

Kutatap wajah mereka satu per satu. Air mata terakhirku mengalir. Ga ada yang berubah. Kami Super Junior. Bersama dalam suka dan duka. Mereka akan selalu mendukungku. Ah, aku lupa. Bee juga akan selalu mendukungku. Aku tahu itu.

Maka dari itu, aku akan lebih kuat mulai sekarang.

Kuambil gelas dari tangan Donghae, lalu meminum isinya sampai habis. “Ya!” seruku sambil berdiri.

“Kenapa kalian semua berwajah begitu? Kalian khawatir padaku? Tenang saja, semuanya akan baik-baik saja kalau kalian menyumbang banyak di pernikahanku! Hahahahaha!”

Heechul hyung menatapku ga percaya, lalu ekspresinya berubah sebal. Dengan bernafsu dilemparnya handuk yang tersampir di lehernya ke mukaku. “Ya! Rugi kami semua mengkhawatirkanmu! Kau tetep mata duitan!”

Aku tertawa. Dan yang lain bereaksi sama kecuali Sungmin yang memelukku. Dengan hangat ditepuknya punggungku. “Chukae, Hyung.”

Aku tahu maksud ucapannya. Dia menyelamatiku karena berhasil menang dalam pertarungan hatiku sendiri. Aku senang dia bangga padaku, maka kutepuk balik punggungnya. Buk! Ups, sepertinya agak terlalu keras karena sekarang dia seperti hendak membunuhku.

Kami lalu kembali ribut. Seperti yang biasa kami lakukan. Kami semua udah ga sabar ingin melakukan wisata kuliner. Dalam keributan itulah aku menyempatkan diri mengetik sms,

Calon istriku, sedang apa? Saranghae.’

Sms terkirim.

KKEUT-KKEUT.