Tag

, , , , , , , ,

Author: Bee

Main Cast: Bee, Yesung, SuperJunior.

Category: Marriage Guide, LongShot, ff

B’s note: This is just an ff. I have tried my best to describe whatever I have in mind. So if you don’t like it, do comment or leave. If you like it, please comment (or just like it, whateva). ^b^

urlhttp://wp.me/p1rQNR-17

>>>

 

 “Naneunnyeo?”, aku balik bertanya pada orang yang sedang mewawancaraiku. Bukan karena aku lagi budek, cuma emang karena ga denger pertanyaannya. Eh, sama aja ya?

Seperti biasa, pagi itu aku berangkat bekerja ke Rumah Sakit Seoul. Sebenarnya karena aku seorang pekerja freelance, maka otomatis aku tidak punya kantor, tapi sudah beberapa bulan terakhir aku terus datang ke Rumah sakit ini. Pekerjaanku adalah penerjemah Bahasa Indonesia dan Melayu untuk pasien-pasien yang  berasal dari Indonesia, dan kadang-kadang juga Malaysia.

Yang tidak biasa pagi ini adalah ketika aku mencapai pintu utama RS, tiba-tiba datang dua orang yang mendekatiku sambil membawa kamera dan mikropon. “Anyeonghaseyo,” sapa pria yang membawa mik.

Aku melihat mereka dan tidak langsung menjawab. Pikiranku langsung berpikir, Ada apa ini? Apa mereka wartawan? Apa telah terjadi kasus yang mengerikan dan korbannya dibawa ke sini? Wah, kalau begitu aku harus berhati-hati dalam berbicara…

“Jeogiyo,” sapa pria itu sekali lagi. “Choisonghamnida, apa Anda pekerja di RS ini?”

Aku ga yakin apa yang harus aku jawab, tapi mungkin jujur adalah yang terbaik saat ini. Maka aku jawab aja, “Ne, benar.”

“Ah, kebetulan sekali. Kami kru dari televisi swasta. Saat ini kami sedang mengadakan survei untuk acara yang akan kami tayangkan. Acaranya nanti tentang Super Junior, apakah Anda tahu Super Junior?”

“Ne, geureomyeon,” sahutku. Ya iyalah aku tahu Super Junior. Maksudku, perempuan kisaran umur 5-70 tahun mana sih yang ga tau Super Junior?

Wartawan itu melanjutkan, “Wah, hebat. Walaupun Anda orang asing yang sepertinya sibuk bekerja, Anda tetap mengenal Suju ya?”

Aku tertawa. “Aduh si Ahjussi ini. Mereka mah bintang dunia. Siapa sih yang ga tau? Apalagi cewek seperti saya.”

Mereka ikut tertawa. “Ne, majayo. Anda benar. Nah, kami ingin tahu nih, kalau bicara Super Junior, apa sih yang Anda sukai dari mereka? Maksud saya, Anda bukan hanya tahu, tapi suka juga kan dengan Suju?”

“O iya dong. Mereka itu enak dilihat,”

Tawa kedua pewawancara itu memutus kalimatku, membuatku ikut tertawa. Lalu aku melanjutkan, “Benar-benar enak dilihat karena mereka memiliki semuanya. Kemampuan entertaining, tampang, dan pembawaan yang menyenangkan. Menurut saya begitu.”

“Oh, jadi maksud Anda enak dilihat itu bukan hanya mereka itu cakep-cakep?”

Giliran aku yang ketawa. “Awalnya saya juga berpikir begitu. Mereka pasti bisa meraih kepopuleran karena tampang mereka cakep-cakep, tapi ternyata mereka menunjukkan bahwa mereka bekerja keras untuk bisa seperti sekarang. Itulah terutama, saya rasa, yang bisa menyentuh hati banyak orang. Saya yakin, kalau senjata utama mereka hanya tampang, orang-orang pasti sudah dari dulu bosan pada mereka. Termasuk saya.”

“Oh, begitu ya. Baiklah, apakah Anda tahu bahwa Shindong ssi sudah memiliki tunangan?”

Mataku melebar, “Ya, tentu saja. Selamat ya Shindong ssi…” ucapku ke arah kamera.

“Ah, jadi Anda tidak keberatan kalau seorang idola memutuskan untuk berkomitmen di usia dini seperti Shindong ssi?”

“Ya ga dong, Ahjussi ini gimana. Kalau saya mah malahan ikut bahagia. Artinya idola saya itu memiliki kedewasaan yang cukup dan patut diapresiasi.”

“Tapi mungkin tidak semua fans seperti Anda. Ada juga yang jadi ga nge-fan lagi begitu mendengar kabar itu.”

“Ya, ya, saya bisa mengerti perasaannya. Mungkin dia sangat suka pada Shindong ssi.”

“Bagaimana kalau member lain yang akan menikah? Siapa yang paling membuat hati Anda hancur mendengar kabar itu?”

Aku ketawa menutupi bingung. Aduh, susah juga nih. Aku kan bukan pemerhati mereka sampai segitunya. Kalau ada mereka aku seneng, kalau ga ada ya biasa aja. “Ng, siapa ya? Hahaha, saya bingung ah.”

“Hahaha, begitu ya. Baiklah kalau begitu, pertanyaan terakhir. Kalau Anda diijinkan menikahi salah satu dari member Suju, siapa yang akan Anda pilih jadi suami? Dan apa alasannya?”

“Naneunnyeo?”, aku balik bertanya pada orang yang sedang mewawancaraiku. Bukan karena aku lagi budek, cuma emang karena ga denger pertanyaannya. Eh, sama aja ya? “Hmm, susah juga, karena saya maunya semuanya buat saya aja. Hahaha, ga ding,”

Kru pewawancara ikut tertawa.

“Aduh, siapa ya? Ng, mungkin Yesung ssi. Soalnya dia seumuran dengan saya, dan saya sangat suka pribadinya yang aneh.”

Kru pewawancara tertawa lagi. Lama-lama diwawancarain jadi serasa jadi pelawak deh. Pewawancaranya ketawa mulu! “Haha, alasan Anda boleh juga. Memilih Yesung ssi karena keanehannya..”

Tawa pewawancara dan tawaku menghilang perlahan dari layar monitor, dan aku bisa melihat fokus kamera berganti menyorot para bintang tamu di atas panggung.

Kang Hodong dan Kim Wonhee mengajak semua orang untuk bertepuk tangan. “Yaaaa, baksu! Itu tadi barusan kita lihat survei wawancara untuk reality show Suju kali ini,” seru Kang Hodong.

Kim Wonhee ikut menimpali, “Wah, wanita yang terakhir menarik sekali ya, dia memilih Yesung ssi karena keanehannya. Saya rasa dia termasuk wanita langka.”

“Ya, benar sekali,” terdengar suara seorang bintang tamu. “Kalau aku jadi wanita, sekalipun Yesung ssi adalah lelaki terakhir di dunia, aku tidak akan mau menikah dengannya.”

“Kenapa begitu, Eunhyuk ssi?” tanya Kim Wonhee.

“Karena nanti rumah tangga kami jadi aneh, karena kepala rumah tangganya suka nyeletuk yang aneh-aneh. Dan garing!” jawab Eunhyuk.

Semua orang tertawa sambil menyetujui ucapan Eunhyuk. Di sela-selanya terdengar suara Yesung memprotes, “Eisshh..”

Di belakang panggung aku ikut tertawa bersama 9 orang wanita lain. Kami yakin perasaan kami semua sama. Berdebar-debar menanti saatnya tiba. Sementara itu percakapan di atas panggung masih terus berlangsung membahas wawancara survei dan kami di belakang panggung dicek untuk terakhir kalinya. Lee Soumi, wanita yang berdiri di sebelahku menggenggam tanganku, membuatku menoleh. Dia tersenyum lebar tapi tidak mampu menutupi rasa groginya. Membuatku ikutan grogi. Tangan kami berdua sama-sama dingin dan aku bisa merasakan dari tangan Soumi bahwa nadinya berdegup secepat nadiku.

Akhirnya pengarah acara memberi tanda agar kami bersiap-siap masuk. Di atas panggung, Kang Hodong berseru, “Yak, mari kita lihat, siapakah mereka yang beruntung terpilih menjadi istri para member Super Junior selama 2 minggu?!”

Eotteohke?

“Bagaimana perasaan kalian, Super Junior?” Tanya Kang Hodong mengulur sedikit waktu.

Aduh, aku malah jadi gugup.

“Apa kalian merasa gugup bertemu untuk pertama kalinya dengan pengantin wanita kalian?” Kang Hodong masih ingin menggoda para member Suju.

Kakiku gemetaran.

“Donghae ssi, kenapa kau berlari-lari di tempat begitu?” ujar Kim Wonhee.

“Ah, aku gugup. Kakiku gemetaran, tapi kalau kudiamkan malah semakin gemetaran,” sahut Donghae polos.

Aduh aku mati rasa saking gugupnya!

“Bagaimana perasaanmu, Donghae ssi?” Kim Wonhee masih ingin bertanya rupanya.

“Aku sangat gugup dan penasaran sekarang ini. Aku sangat ingin tahu siapa istriku.”

Kang Hodong berseru, “Baiklah, kalau begitu kami tidak akan menunda lagi. Istri-istri kalian akan masuk dan berdiri di belakang kalian. Kalian akan segera melihatnya begitu kalian membalik badan sesuai aba-abaku, mengerti?”

“NE!” seru member Suju serempak.

“Urineun Super Juni,” Leeteuk berseru, rupanya untuk menutupi rasa groginya. Sambungan oleh member lain terdengar serempak dan sama bersemangatnya “OH-eyeo!”

“Bagus. Sekarang, untuk para istri, silahkan masuk!”

Kulepaskan tangan Soumi dan mengatupkan tanganku sendiri di depan mulut agar menjadi sedikit hangat. Aduh, tanganku udah jadi es! But the show must go on, jadi kami berjalan memasuki panggung seperti latihan kami sebelumnya. Bedanya, saat latihan kami belum dipertemukan dengan “suami-suami” kami itu. Ketika memasuki panggung, aku mencari punggung calon suamiku. Oh, kami sih sudah berdiri berurutan seperti urutan calon-calon suami kami di atas panggung, tapi aku ingin mengenalinya.

Mengejutkan. Ternyata aku bisa melakukannya dengan mudah. Meskipun aku bukan fans berat mereka, tapi aku bisa mengenali punggungnya dengan segera. Bahkan saat itu aku tidak yakin aku melihat punggung anggota Suju yang lain.

Sejak diberi tahu sebulan yang lalu bahwa aku terpilih menjadi salah seorang partisipan dalam reality show ini, aku terus penasaran apa yang akan terjadi ketika akhirnya aku berdekatan dengan “suami”ku. Ternyata yang terjadi benar-benar membuatku terperangah. Dia tidak bersinar, auranya tidak memancar, tapi mataku hanya bisa mendeteksi keberadaannya. Hal yang aneh. Sosoknya tiba-tiba menjadi sangat solid.

Dalam posisi ini, dimana aku berdiri di belakangnya, aku merasakan tenang luar biasa. Aku merasa sepertinya wanita yang gemetaran dan dingin tadi bukanlah aku. Jarak di antara kami kurang dari 50 cm. Aku merasa bahwa sepertinya jika aku mengulurkan tanganku ke punggunggnya dia akan menyandarkan dirinya pada tanganku itu.

“Yak, sekarang para member, apa kalian sudah siap?”

“NE!” kesatuan suara mereka mengejutkan lamunanku.

“Baiklah, dalam hitungan ketiga, kalian boleh membalik badan dan bertemu dengan istri-istri kalian,” seru Kang Hodong. Lalu dia dan Kim Wonhee mulai menghitung.

Tapi aku menjadi tuli. Semua suara mendadak lenyap. Rasa hangat menjalari tubuhku. Sumbernya dari dadaku, menyebar dan secara alami membuat tubuhku tersenyum. Itu benar. Tubuhku tersenyum, aku ga tahu gimana tepatnya tubuh bisa tersenyum, tapi tubuhku tersenyum. Gaun pengantin putih yang melekat di tubuhku tiba-tiba seolah berpendar.

Hitungan berakhir dan aku tahu. Aku tahu bahwa aku tidak akan melihat wajahnya. Aku tahu bahwa dia tidak akan segera berbalik menghadapiku seperti yang dilakukan para member lain. Aku tahu bahwa tanganku akan terulur meraba punggungnya yang terbungkus tuksedo. Dari titik pertemuan itu, aku merasa dan bisa merasa bahwa dia merasakan kehangatan menjalari kami berdua secara bersamaan. Kugerakkan tanganku ke arah pinggangnya dan aku telah tahu sebelumnya bahwa tangannya akan meraih tanganku dan tak ada lagi pembatas di antara kami. Kami sudah tahu rasanya akan seperti ini.

Aku melangkah ke hadapannya dan menemukan matanya.

“Matamu kecil sekali.”

“Matamu besar sekali.”

Kata kami bersamaan setelah menemukan mata masing-masing.

Kami berdua tersenyum tapi tidak melepaskan pandangan satu terhadap lainnya sampai salah seorang pengantin wanita mendorongku lebih dekat ke “suami”ku. Meskipun pandangan kami tidak terputus, tapi aku sudah dikembalikan ke kenyataan. “Sepertinya kita harus duduk sekarang,” ujarku sambil tersenyum.

Rupanya Kang Hodong menangkap momen pertemuan kami. Ucapan pertamanya setelah semua orang duduk adalah, “Beauty ssi, sepertinya Anda sangat terpesona pada suami Anda.”

Aku menundukkan kepala sambil tertawa. “Ne, majayo. Rupanya saya tertangkap basah.”

“Apa yang ada dalam pikiran Anda begitu bertemu dengannya secara langsung?” Kim Wonhee tak mau kalah ikut menanyaiku.

“Hehe,” aku cengengesan sebentar, lalu menatap suamiku, “Aku berpikir, semuanya tepat seperti perkiraanku. Dia sangat…….aneh. Uri Yesung ssi.”

Yesung, suamiku, sedikit mengerucutkan mulutnya. Lalu, “Aku ada pertanyaan,” katanya.

“Ya, Yesung ssi. Silahkan.” Jawab Kim Wonhee.

“Siapa yang menjodohkan kami dengan istri-istri kami di sini?”

“Ah ya. Sebenarnya yang memilihnya adalah PD-nim, berdasarkan pilihan istri-istri Anda sendiri. Dari semua wawancara PD-nim memilihkan calon-calon istri untuk Anda . Jadi kriterianya hanya PD-nim yang tahu.” Jawab Kang Hodong.

“Jadi pada dasarnya istriku ini,” tanya Yesung lagi yang dipotong oleh Kang Hodong.

“Namanya Beauty.”

“Ah, ne, Beauty ssi yang memilihku secara langsung kan?”

Kang Hodong mengabaikan pertanyaan Yesung untuk sesaat, “Kalian ini terlalu sibuk terpesona satu sama lain sampai lupa berkenalan ya?”

Komentar Kang Hodong itu memancing tawa yang lain dan membuatku malu. Kulihat Yesung ssi juga agak malu dan melirikku sekilas. Sebelum sempat dia bereaksi, Kang Hodong telah melanjutkan, “Benar, benar, member Suju ini dipilih sendiri oleh istri-istri kalian saat ini. Ada yang seperti Beauty ssi, yang suka Super Junior tapi bukan fans berat; ada juga yang seperti istri Heechul ssi yang memang Heechul biased. Tapi yang paling menarik sebenarnya adalah pasangan Donghae dan Rena ssi, sebab Rena ssi benar-benar tidak paham siapa Super Junior. Itu karena dia seorang aktivis lingkungan yang biasanya bekerja di luar negeri. Ketika dia memilih Donghae ssi, dia hanya memilih berdasarkan foto yang dibawakan kru wawancara kami, dan dia baru satu bulan pulang setelah 5 tahun di Afrika, begitu kan Rena ssi?”

“Ya benar,” Rena ssi menjawab dengan  pasti. Memang terlihat bahwa dia adalah wanita yang sangat cekatan.

Yesung ssi kembali bertanya, “Aku jadi penasaran, kalau kamu bilang aku aneh, kenapa kamu memilihku, eng.. eng.., choisonghamnida, siapa tadi namamu?”

Aku memandangnya. Tak yakin dengan perasaanku sendiri ketika menyadari bahwa dia ga inget namaku. “Je ireumeun, Beauty-imnida. Tapi panggil saja aku Bee. Semua orang di sekitarku memanggilku itu.”

“Ah, ne. Bee, ssi. Kenapa aku? Padahal kan aku aneh.”

Leeteuk menimpali, “Yesung-a, anggap saja keanehanmu itu berkah. Justru kau harus bersyukur sudah dipilih karena keanehanmu itu…”

Yesung memprotes, tidak terima dirinya dicap seaneh itu.

“Sebenarnya,” selaku.

“Ne, Bee ssi. Saya juga memanggil Anda Bee saja ya?” Kang Hodong mempersilahkan aku bicara.

“Ya, tidak apa-apa. Panggil saja saya Bee. Sebenarnya, keanehan Yesung membuat saya bisa melihatnya.”

“Maksudnya?” sergah Eunhyuk.

“Semua member Suju sangat berbakat. Oleh karena itu tidak terlalu mudah untuk memilih satu di antara yang lain. Leeteuk ssi, contohnya, dia leader yang sangat baik, juga hyung yang sangat perhatian, kemampuan bicaranya membuat dia mendapatkan banyak sorotan. Eunhyuk ssi, banyak diidolakan remaja karena dia sangat keren ketika menari. Sungmin ssi sangat cute, melelehkan hati banyak wanita. Yesung ssi memiliki kemampuan nyanyi yang bagus walaupun aku sebenarnya lebih suka suara Kyuhyun ssi, tapi dia..”

“Tunggu dulu,” sergah Yesung. “Bahkan suara pun kau lebih suka Kyuhyun? Jadi kenapa kau memilih aku, sih?” dia tampak benar-benar terluka.

“Maafkan aku, tapi itu kan hanya masalah selera. Dan ketika pertanyaannya siapa yang ingin dijadikan suami, pola pikirnya menjadi berbeda.” Aku membela diri.

“Berbeda bagaimana?” tanya Kim Wonhee.

“Maksudku, jika berpikir tentang suami, maka untukku Yesung ssi adalah paket komplit.”

Yesung menoleh ke arahku, dan aku melanjutkan. “Kalau memilih suami, yang dicari adalah kepribadian. Di antara semua member Suju, kalau mereka diwawancara, pembawaan Yesung ssi selalu membuatku berpikir, ah, dia memang selalu berbeda, ireohke. Geureohnikka, dia kemudian menjadi istimewa karena aku selalu mencari-cari sosoknya dalam kumpulan member yang lain.”

Aku bisa melihat benak Yesung ssi dipenuhi pemikiran mendengar jawabanku. Selanjutnya tanpa kuduga dia meraih tanganku dan memanggil, “Istriku.”

Orang-orang lain tertawa, dan di sela-sela tawaku yang hanya ikut-ikutan, hatiku mencelos. Suaranya ditujukan padaku, memanggilku sebagai istrinya. Aduh, sepertinya dua minggu ikut reality show ini akan jadi penuh tantangan untuk menenangkan perasaanku sendiri, deh.

Sejak itu, selama sisa rekaman show itu pikiranku tidak bisa berkonsentrasi karena aku harus menenangkan perasaanku sendiri berkali-kali. Entah dari mana datangnya, kesadaran bahwa Yesung duduk di sebelahku sangat besar. Aromanya, gerak-geriknya, bahkan gerakan rambutnya pun tiba-tiba sangat aku perhatikan.

“Baiklah, inilah akhir dari episode pertama Super Junior reality show ‘Marriage Guide’. Acara yang berawal dari ide memberikan hadiah berguna untuk Shindong ssi ini akan ditayangkan di stasiun TV ini setiap akhir pekan, bukan begitu, Kim Wonhee ssi?” kata MC Kang Hodong kepada partnernya.

“Ya, benar sekali, Hodong ssi. Panduan-panduan dalam pernikahan yang berguna akan diringkas dan diberikan kepada Shindong ssi sebagai hadiah pernikahan agar mereka siap dalam berumah tangga, begitu kan, Super Junior?” Wonhee ssi menanggapi.

“NE!” jawab para member bersemangat.

Lalu Kim Wonhee menambahkan lagi, “Oleh karena itu, acara ini hanya akan disiarkan setelah pernikahan Shindong ssi agar bisa tetap menjadi hadiah yang mengejutkan.”

Kang Hodong menyela, “Super Junior, ada yang ingin kalian sampaikan di episode pertama ini?”

Leeteuk mewakili semua dongsaengnya, “Ne. Pertama kami ingin mengucapkan selamat kepada Shindong ssi atas pernikahannya, dan kau harus melihat acara ini sampai habis, Shindong. Sebab kami akan berusaha menjadi suami-suami teladan dan memberimu contoh kehidupan pernikahan yang baik. Shindong fighting! Urineun Super Juni..”

“OH eyeo!” seru member lain serempak.

Kang Hodong dan Kim Wonhee mengucapkan salam penutup dan acara rekaman pun berakhir.

Bukan berarti selesai. Bagi kami para “istri” baru, acara yang sebenarnya baru dimulai. Kami telah menandatangani persetujuan untuk menjadi istri selama dua minggu penuh. Yang meliputi semua aktivitas suami istri dengan suami-suami baru kami, kecuali bagian berbagi ranjang. Sejak acara ini dimulai, selama dua minggu ke depan, kami beserta suami dan 2 orang kameraman akan tinggal bersama di rumah-rumah yang sudah dilengkapi kamera. Semua kegiatan kami akan direkam tanpa skenario. Kamilah yang harus membuat skenarionya. Memang hasil akhirnya akan diedit oleh PD-nim, tapi proses pengambilan gambar akan dilakukan sealami mungkin. Alasannya adalah setengah tujuan dari show ini adalah untuk ditonton oleh Shindong ssi yang baru akan memasuki kehidupan rumah tangga.

Setelah off-air, kami diarahkan untuk melakukan pemotretan pernikahan. ‘Hadiah’ dari show ini untuk pernikahan kami. Konsep fotonya diundi. Aku dan Yesung mendapatkan konsep yang aneh, yaitu “Nekat”.  Fotografernya mengarahkan kami untuk melakukan pose di dua bilik yang berbeda, tapi kami harus melanggar batas agar bisa bersatu. Dia sangat senang dan sudah mengharapkan konsep ini untuk kami berdua, sebab kami satu-satunya pasangan campuran di antara yang lain.

“Yesung ssi, tolong kau tarik istrimu ke dalam pelukan. Dan kalian harus berada tepat di tengah garis.” Seru fotografernya.

Siwon dan Donghae yang sedang mengantri berfoto setelah kami melemparkan seruan-seruan menggoda ke arah Yesung. “Hyung, peluk yang erat. Tapi jangan berbuat yang aneh-aneh ya!” seru mereka.

Aku hanya tertawa. Lama-lama aku terbiasa juga dengan gaya komunikasi mereka yang penuh goda dan ejekan. Lalu aku melangkah satu langkah ke depan mendekati Yesung, dan hal itu terjadi lagi.

Aku lagi-lagi menjadi tuli. Tubuhku menghangat. Kali ini aku takut untuk menatap mata Yesung, jadi aku hanya menatap dagunya. Sesaat aku ragu harus berdiri dengan sikap yang bagaimana.

Tapi semua keraguan sirna ketika tangan Yesung menyentuh pinggangku, meski ketakutanku masih ada. Aku takut pada rasa ‘tepat’ yang selalu kurasakan bila berada di sekitar Yesung. Lelaki itu memang tak melakukan atau mengatakan apapun, tapi aku bisa merasakan perhatiannya juga terpusat padaku. Maka itu ketika dia berseru, “Tangan kananku harus ditaruh dimana?” ke arah fotografer, aku tersentak kaget.

Aku memaksa diriku sendiri untuk sadar. Ini sedang pemotretan! Kualihkan pandanganku ke arah fotografer yang belum menjawab pertanyaan Yesung. Dia sibuk memperhatikan pose kami dari LCD kameranya. Ketika akhirnya dia sadar bahwa kami sedang memperhatikannya untuk mendengar jawaban, dia tergagap. “Og, eg, mmm.. dimana ya? Coba, kalian berdiri biasa aja sekarang. Jangan bergerak, jangan berubah posisi.”

Dua detik dia terdiam dan lalu berkata, “Kalian sudah sangat bagus. Sekarang tinggal arahkan pandangan kalian ke mata masing-masing.”

Kami mengikuti perintah itu secara refleks. Aku bahkan tidak menyadari bahwa tangan kananku kini sudah hinggap di bahu kiri Yesung. Ketulianku semakin menjadi-jadi, dan bisikanku terdengar seperti gaung keras entah dari mana, “Matamu kecil sekali,” pujiku.

Sekejap sorot mata Yesung membeku. “Matamu yang terlalu besar,” balasnya.

Aku tak tahu bahwa perkataan seseorang bisa selalu terdengar sebagai pujian, maka aku terpaku menatapnya lagi selama sedetik. Lalu tiba-tiba saja senyum kami terkembang. Bukan rasa malu, rasa canggung ataupun penawaran damai, tapi tersenyum karena rasa bahagia yang mendadak datang.

Aku kerasukan.

Kerasukan rasa bahagia. Kerasukan senyum dan tawanya.

Buktinya adalah aku tidak sadar apa saja yang sudah kami lakukan untuk berpose sampai ketika fotografer berseru, “Yak, bagus sekali. Kalian selesai!”

Kami yang sedang terkikik di atas meja properti terdiam mendadak. Dengan enggan kami lalu melepaskan pelukan masing-masing.

Suara Donghae terdengar seperti dari kejauhan, “Kalian berdua, cepatlah. Aku dan istriku juga ingin segera melakukan pemotretan.”

“A, ne. Maaf sudah membuatmu menunggu,” ujarku. Aku buru-buru turun dari setting supaya pasangan Donghae bisa segera berpose. Aku merasakan Yesung melangkah di belakangku.

“Hyung, bagaimana jadinya gambar kami?” tanya Yesung ke fotografer. Dekat sekali di belakangku, membuatku bisa merasakan hembusan nafasnya.

Fotografer menunjukkan hasil pemotretan kami, dan entah kenapa ketika melihatnya aku merasa malu sendiri. Padahal harusnya tidak perlu. Dibandingkan dengan pasangan Kyuhyun yang konsepnya “Romantis”, poseku dan Yesung tidak terlalu menantang. Tapi kok aku tetap merasa malu ya?

Fotografer memandang kami berdua, lalu berujar, “Kalian benar-benar seperti pasangan yang kawin lari dan tidak peduli dengan orang-orang di sekitar kalian. Kalian bahagia, dan itu saja sudah cukup.”

Aku terpaku. Apa?

Kulirik Yesung, dia menatap sang fotografer sama nanarnya dengan aku. “Apaan sih, Hyung. Ini kan karena kostumnya,” elaknya.

Aku mengangguk tanpa suara.

“Ani.. beneran deh, nih, ekspresi kalian berbicara banyak.” Dia menunjukkan hasil jepretannya pada kami.

Aku sudah jengah, ga kuat lagi ngeliat foto-foto itu. Desiran yang ga jelas terus-terusan morotin jantungku kalau ngeliat foto-foto itu.

“Habis ini kami harus ngapain?” tanyaku pada salah satu kru, berusaha mengalihkan perhatian dari foto-foto kami. Dia menjawab bahwa kami boleh ganti baju dan bisa menunggu di ruang rapat. Aku putuskan untuk ganti baju. Aku butuh ruang yang menjaga jarakku dari Yesung.

“Yesung ssi, aku ganti baju dulu ya? Aku takut ngerusak gaun ini.”

“Ah, ne.” Dia mengulurkan tangannya, dan otomatis aku menerimanya. Telapak tangan kami bertemu.

“Saya pergi dulu, terima kasih atas kerja samanya…” seruku pada yang lain.

“Sampai ketemu nanti,” kata Yesung sambil sedikit meremas tanganku. Kuremas balik tangannya dan segera kulepas lagi disertai senyuman pamit.

Di ruang ganti, sembari melepaskan pakaian dengan dibantu oleh teteh-teteh wardrobe, aku tercenung. Baru kusadari betapa sepele tapi intimnya interaksi kami tadi. Tapi kami sama sekali tidak berpikir. Kami merasa itu sudah sepantasnya dilakukan. Aku yakin Yesung juga ga mikir dulu sewaktu mengulurkan tangannya melepasku pergi ke ruang ganti. Itu adalah gerakan di luar kesadaran.

Aduh, ini mengerikan. Kami baru bertemu beberapa saat dan kami sudah saling mengerti gerakan masing-masing?! Aku takut.

Selesai melepaskan baju pengantin dan segala atributnya, aku segera memakai bajuku sendiri dan pergi ke ruang rapat menunggu yang lain. Kulihat mesin minum otomatis di koridor, maka kuputuskan untuk menikmati teh untuk menenangkan sarafku yang ternyata tegang. Kupikir hari ini akan melelahkan, tapi kusadari bahwa aku lebih tegang dibandingkan lelah. Aku pun memejamkan mata.

“Capek?” Sebuah suara menarik kesadaranku. Suara Yesung. Terdengar semakin jelas di koridor yang kosong.

Aku tersenyum. Namun tetap memejamkan mataku. Membiarkan kepalaku tetap menempel di dinding. “Lumayan,” jawabku.

“Kasihan istriku.”

“Hi hi hi,” aku terkikik. “Makanya, Suami, kamu harus memperlakukan aku dengan baik yah.”

“Wah, itu sih agak susah dipenuhi.”

Aku buka mataku menatap langit-langit. “Kenapa?”

“Soalnya aku bukan tipe yang bisa baik pada orang yang belum ku kenal.”

Ah… pengertian itu mengendap dalam benakku. Jadi rupanya aku hanya berhalusinasi dengan semua sinyal-sinyal kimia itu. Wah, musti ke dokter secepatnya nih. Begitulah pikirku, makanya aku terkejut ketika dia menambahkan,

“Makanya lebih baik kita kenalan dulu, biar aku bisa jadi suami yang baik untukmu kelak.”

Akhirnya aku menoleh. Dan aku TULI LAGI. Tuli itu ternyata indah ya? Karena hanya ada rasa tanpa asumsi di sana.

“Aku Super Junior Yesung. Keinginan terbesarku saat ini adalah istriku memanggilku Jongwoon Oppa.”

Aku memiringkan kepalaku, “Kok Jongwoon?”

Dia tersenyum lebar. “Kamu itu benar-benar tidak tahu apa-apa tentang aku ya?”

Entahlah, jawab hatiku. Tanpa kata di mulutku.

Dia mengulurkan tangannya, “KIM JONG WOONrago-imnida. Aku seorang penyanyi.”

Kusambut tangannya, “Namaku, Beauty-imnida. Aku seorang penerjemah bahasa.”

Alisnya terangkat. Dengan tangan masih menggenggam tanganku dia bertanya lagi, “Namamu benar-benar Beauty?”

Aku mengangguk. “Emang kenapa?”

Dia menatap telapak tanganku. Ibu jarinya disusurkan sepanjang tulang telunjukku. Lantas disusurinya jemariku satu per satu.

“Kamu kan ga cantik,” ujarnya pelan.

Kupikir aku salah dengar, tapi kemudian matanya meyakinkanku bahwa memang itu maksudnya. Sepintas kulihat kilatan di matanya yang kecil seperti manik itu.

“Kamu itu ga cantik. Kenapa namamu Beauty? Kamu itu menganggap aku aneh, kenapa kamu mau aku jadi suamimu? Kamu itu ga aku kenal, kenapa tanganmu ga bisa aku lepaskan dengan mudah?” Yesung seperti meledak.

Aku terpaku. Wajahnya memburam sebab pikiranku mulai melayang. Aku tidak berhalusinasi. Hal menakutkan itu tidak kuhadapi sendirian.

“Orang tuaku menamaiku Beauty karena mereka membuatku dengan penuh cinta. Mereka merasa itu hal paling cantik di dunia. Cinta mereka,” jelasku dengan suara agak tercekat.

“Kenapa?”

“Karena orang tuaku saling mencintai, sesederhana itu.”

“Maksudku, kenapa suaramu bergetar?”

Kuhela nafas kuat-kuat. Sampai sekarang sih berhasil, belum ada yang jatuh. “Karena aku lega.”

Dia masih terdiam.

“Aku ketakutan,” bisikku. “Aku menyebutkan namamu sebagai orang yang aku ingin kujadikan suamiku, aku tak tahu apa alasan tepatnya. Hanya wajahmu yang muncul paling jelas saat itu. Mereka tidak pernah memberi tahu bahwa akan ada seleksi untuk peran ini. Tahu-tahu saja aku ditawari untuk bergabung dalam reality show ini. Aku ga tahu rasanya akan seperti ini saat bertemu denganmu. Dan itu menakutkan.”

Dia mengambil gelas teh yang kosong dari tangan kiriku. Matanya membalas tatapanku yang penuh permohonan agar dia mengerti bahwa aku tidak berbohong. Aku tidak bersandiwara. Tapi dia hanya diam.

Aku tidak tahan dengan kediaman itu, jadi aku bicara lagi, “Aku lega karena ternyata bukan aku sendiri yang merasakannya. Kau juga mengatakannya tadi kan? Kenapa kau tidak ingin melepaskan tautan tangan kita. Aku lega aku tidak berhalusinasi.” Perasaanku saat ini tercampur-baur.

Yesung menarikku mendekat lalu melingkarkan lengannya di pundakku. Ketika wajahnya sudah dekat sekali dengan wajahku, aku tak kuat lagi, maka kupejamkan mataku. Aku merasakan kecupan Yesung di kelopak mataku. Pertama yang kanan lalu yang kiri. Lalu lengannya menarik tubuhku lebih mendekat lagi ke tubuhnya. Rambutnya menggelitik pipi dan pucuk hidungku. Dadanya menekan dadaku keras.

Kubalas dekapannya, kurasakan betapa nyatanya sosok ini. Tubuhku mulai bergetar. Otakku mulai protes, bener-bener deh, aku konyol banget! “Kamu itu siapa sih?!” bisikku tercekat.

“Aku ga tahu siapa aku bagimu,” jawabnya langsung. “Aku cuma tahu rasamu untuk aku. Kamu itu cewek ga cantik yang ngatain aku aneh. Istri-dua-minggu ku yang ga bisa kulepas tangannya. Yang bergetar ketakutan karena merasakan perasaan asing yang sama denganku.” Dia melepaskan dekapannya.

Kubuka mataku dan mendapati kegalauan yang sama sedang melandanya. Kesadaran itu sedikit menenangkanku.

Pertemuan pertama kami adalah melalui punggungnya di telapak tanganku. Ikatan pertama kami adalah ketika tangannya menarik tanganku dari pinggangnya. Pengertian di antara kami terjalin lewat tatapan mata yang intens. Perasaan kami saling berinteraksi lewat pose. Ketika akhirnya kami berkenalan, semuanya tertukarkan lewat tanya.

Aku takut, dia was-was. Aku penasaran, dia bingung. Aku bergetar lega, dia menemaniku dengan dekapan. Kami adalah dua manusia yang kebingungan ketika berhadapan dengan kenyataan. Tidak ada di antara kami yang tahu dengan pasti apa yang sedang kami rasakan. Terlalu dini untuk ditentukan sebagai cinta. Terlalu kuat untuk diabaikan.

Tapi akhirnya kami bertemu di satu titik pengertian. Ini baru awalnya. Kami akan menjalaninya bersama. Mungkin kami hanya akan menjalaninya selama dua minggu. Mungkin juga kami akan menjalaninya jauh lebih lama. Meskipun kami tidak bisa menjelaskan apa yang kami rasakan saat ini, mungkin dalam dua minggu kami akan menemukan jawabannya.

“Aku tahu kamu ada di sini sekarang. Aku bisa mengatakan bahwa kamu masih akan bersamaku menjalani ini. Kita akan sama-sama mencari tahu penyebab kegalauan perasaan kita ini,” aku berkata.

Dia genggam tanganku, menarikku bangun, dan kami memasuki ruang rapat bersama-sama, meski yang lain belum ada yang datang. Biarlah, karena kami akan menunggu. Ya, kami akan menunggu.

 

 

 

Prolog-KKEUT.