Tag

,

Author : Bee

Main Cast : Go Miho, Eunhyuk

Support Cast : Euncha

Rating : AAbK

Genre : Romance

url: http://wp.me/p1rQNR-6J

^^^

Pagi itu, Miho turun dari kamarnya di lantai dua menuju ke ruang makan. Sudah pukul 11, pantas saja perutnya lapar. Semalam Euncha membawanya pulang tanpa ribut-ribut. Orang tuanya sepertinya tidak tahu bahwa dia habis mengamuk sampai mencelakai orang, yaitu Eunhyuk. Teringat cowok itu, Miho merasa ada yang merosot di dadanya. Dia bersikukuh mengatakan pada dirinya sendiri bahwa itu adalah rasa lapar karena tadi malam tidak makan.

Akhirnya Euncha menginap di tempatnya tadi malam. Pagi ini, saat Miho terbangun, dia tidak menemui Euncha di sisinya. Syukurlah. Entah kenapa Miho tidak begitu ingin melihat Euncha hari ini. Ada yang terasa sakit jika dia melihat adiknya itu. Ingatannya akan pemandangan yang mengejutkan semalam telah membuat daerah di sekitar lambungnya perih. Dengan kekeraskepalaan yang konyol dia menolak bahwa itu adalah rasa terluka.

Di ruang makan tidak ada orang, tapi Miho mendengar suara-suara dari ruang depan. Sepertinya itu suara ibunya sedang tertawa. Dia melangkah ke sana sambil merengek manja, “Eomma… aku lapeeeer…”

Lalu langkahnya terhenti. Di sana, Eunhyuk sedang duduk santai sambil tertawa-tawa. Di hadapannya ada ibunya. Dan Euncha. Bangsat.

Entah kenapa Miho ingin memaki melihat kedua orang itu berwajah ceria di ruang tamunya. Oke, ruang tamu ibunya lah… Tapi tetap saja kan, ini tempatnya tinggal.

“Mihyung!” Eunhyuk berseru ceria memanggil Miho.

Miho tersenyum masam. Tidak tahu sebaiknya bersikap bagaimana. Dia ingin membalas senyum ceria Eunhyuk, tapi demi Lord Voldemort dia tidak bisa! “Pagi,” sahutnya malas.

“Aigoo, aigoo, kau bilang ini pagi?! Kalau jam 11 itu pagi, siangnya jam berapa?!” tegur ibu Miho. “Kenapa sih kau tidak bisa sedikit saja seperti Euncha. Lihat dia, biarpun ini hari Sabtu, dia tetap bisa bangun pagi dan bahkan sudah membantu Eomma menyiapkan sarapan.”

Miho memandang ibunya dengan kesal. “Ya udah. Euncha aja yang jadi anak Eomma kalau Eomma ga terima aku yang jadi anakmu,” jawabnya kurang ajar sambil ngeloyor pergi.

Ketiga orang di ruang tamu langsung merasakan suasana hati Miho yang tidak enak. Ada apa lagi dengan wanita itu? Eunhyuk dan Euncha berpandangan.

Ibu Miho bangun dari duduknya lalu beranjak ke ruang dalam setelah melemparkan senyum minta maaf pada Eunhyuk. Yang ditinggalkan berpandangan dengan Euncha. Tadi malam mereka tidak tahu bagaimana perasaan Miho yang sebenarnya karena saat mereka berpisah, Miho masih dalam kondisi tidur. Saat Euncha sampai di rumah juga mereka hanya mencuci muka dan langsung tidur. Kondisi emosi Miho masih labil dan hanya diam begitu mereka sampai di rumah. Mereka berangkat tidur dengan situasi yang sama.

Di dalam, Miho dengan kesal mengambil mangkuk untuk sarapan. Perasaannya benar-benar tak karuan. Meski ada sedikit rasa menyesal karena sudah bersikap kasar, tapi dia tak sanggup menahan kegalauan hatinya. Bukannya membaik, perasaannya justru semakin memburuk begitu melihat Euncha dan Eunhyuk. Padahal tadi malam sebelum tidur, Miho sudah bertekad akan mengabaikan perasaan buruk apapun yang menyertainya setelah tadi malam.

Tadi malam untuk pertama kalinya Miho bisa melampiaskan rasa tidak maunya. Selama ini entah mengapa yang dilakukannya hanya diam saat mendapat perlakuan keji, tapi di hadapan Eunhyuk, Miho berhasil mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap sesuatu, dan jujur saja rasanya menyenangkan. Yah, mungkin dia melakukannya dengan sedikit ekstrim dan sepertinya itu pun hanya salah paham, namun perasaannya menjadi lebih baik. Rasa takutnya tidak lagi membayangi lama setelah ledakan emosinya datang. Hanya ada rasa bersalah yang tidak masalah baginya, karena dia sadar telah melakukan sesuatu dan lega bisa mempertanggungjawabkan sesuatu yang diketahuinya.

“Kau ini kenapa sih?!” ibu Miho bertanya padanya dengan nada tinggi yang tertahan.

Miho menarik nafas menahan emosi yang mendatanginya lagi. Agar tidak menjawab ibunya dengan teriakan, dia tidak mau memandang sang ibu.

“Ya! Gadis pemalas! Kau ini ga sopan sekali sih? Kau tahu Eunhyuk sudah datang dari jam berapa?”

Miho mengabaikan ibunya dan malah duduk di kursi makan dengan mangkuk nasi dan kimchi di kedua tangannya.

“Ya! Kau mau mengabaikan Eomma?!”

Miho memakan sarapannya dengan lahap, tapi sebenarnya itu hanya pura-pura.

Plak! Kepalanya dipukul oleh ibunya. “Eomma!” protesnya kesal.

“Kau ini tidak tahu terima kasih ya?! Eunhyuk dan Euncha hendak mengajakmu jalan-jalan. Malah kau bersikap ramah pada mereka saja tidak mau!”

Eunhyuk dan Euncha. Ya, Eunhyuk dan Euncha hendak mengajaknya jalan-jalan. Kenapa sih mereka tidak pergi berdua saja?! Dan sialan, kenapa sih dia harus ingin menangis sekarang?!

Ibu Miho melihat kilatan di mata anaknya. “Ya, Miho-ya, wae geurae?”

Miho memandangi ibunya dengan tidak karuan. Dia juga ingin menanyakan pertanyaan yang sama pada dirinya sendiri, Miho-ya, noe wae geurae? Kau kenapa? Tapi karena tahu perasaannya itu konyol, maka Miho mengabaikannya. Di tenggorokan dia memaksa nasinya turun, mendesak gumpalan emosinya. Wajahnya berpaling dari sang ibu tanpa menjawab.

“Miho-ya… kau baik-baik aja, Nak?” nada tanya ibunya melembut.

Miho membekukan perasaannya. Memang apa salah ibunya? Kenapa dia harus marah-marah pada sang ibu? Dia tersenyum, “Ga papa, Eomma. Kelamaan tidur mood jadi jelek.”

Ibu Miho tambah khawatir. Kalau perasaan anaknya sedang baik, kalimat normal yang biasanya dilontarkan gadis itu adalah “Tidur cukup itu segalanya bagi kecantikan kulit, Eomma.” Dia mengamati wajah Miho dan memutuskan anaknya sedang kepikiran tentang sesuatu, tetapi tidak terlihat ingin menceritakannya, jadi dia diam saja. Membiarkan Miho makan, wanita itu duduk di sebelahnya dengan penasaran.

Euncha masuk ke dalam ruang makan membawa gelas kosong. “Eonnie! Ayo kita jalan-jalan hari ini!” ujarnya ceria pada Miho sambil mengisi gelas di tangannya.

Miho menjawab, “Males ah.”

Setelah gelas di tangannya penuh, Euncha berpaling pada Miho. “Ga boleh! Pokoknya abis ini Eonnie harus siap-siap terus kita langsung pergi jalan-jalan. Eunhyuk Oppa mau ngajak kita ke suatu tempat!”

Miho menarik nafas pedih mendengar kata Eunhyuk Oppa dari mulut Euncha. Kenapa panggilan Oppa yang biasa dia dengar itu tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang demikian menyakitkan? “Aku ga mau,” sahutnya agak ketus pada Euncha.

Euncha terdiam. Suatu pemikiran mulai melintas di benaknya. Mungkinkan serangan Miho pada Eunhyuk semalam tidak ada hubungannya dengan trauma masa lalu? Mungkinkah ada sesuatu yang sebenarnya terjadi antara Mihonnie dan Eunhyuk Oppa? Gadis itu meletakkan gelas di tangannya ke meja, lalu duduk tepat di hadapan Miho. “Eonnie, apa Eonnie lagi marahan sama Eunhyuk Oppa?”

Pertanyaan Euncha itu mengejutkan, tapi reaksi Miho biasa saja. Dia terlalu letih menahan emosinya sendiri yang meledak-ledak melihat Euncha. “Ga. Kami baik-baik aja,” jawabnya datar.

Euncha ingin mendesak Miho tentang peristiwa semalam, tapi ada ibu Miho di dekat mereka, jadi dia menahan diri. “Ya udah, pokoknya abis makan kami tunggu Eonnie di ruang depan. Paling ga temui Eunhyuk Oppa sebentar. Besok dia mau berangkat lagi ke Taiwan sampai agak lama, jadi dia pengin bersenang-senang hari ini. Kalau Eonnie mau menolak permintaannya, sebaiknya Eonnie bilang baik-baik. Ingat, Eonnie punya utang sama dia.” Gadis itu mengingatkan Miho pada apa yang terjadi semalam sambil lalu bangkit dan meninggalkan ruang makan.

Ibu Miho sepakat dengan kata-kata Euncha. Dia mengira Euncha bermaksud mengingatkan Miho bahwa selama ini Eunhyuk sudah banyak membantunya. Dia tidak naif, melihat kelakuan Eunhyuk, ibu Miho mengira ada sesuatu yang dirasakan pemuda itu pada anaknya, jadi dia ingin paling tidak Miho bisa memberinya sedikit penghargaan sebagai balas budi. Dia tahu anaknya mungkin sudah invalid untuk urusan hubungan-dengan-pria, makanya dia tidak mendesak Miho. Tapi bersikap baik pada orang lain itu tetap harus dilakukan. “Temui dia, Miho. Jangan bersikap tidak sopan. Ara?” dia berkata dengan nada tegas pada anaknya.

Miho tidak menjawab, tapi ibunya tahu bahwa anaknya itu cepat atau lambat pasti akan menemui Eunhyuk. Dari gelagatnya saat mereka mengobrol tadi, Eunhyuk sepertinya tidak akan pergi sampai berhasil bertemu dan bicara sebentar dengan Miho, jadi mungkin hari ini ruang depannya akan terpakai hingga sore. Dia bangkit meninggalkan Miho tanpa berkata apa-apa lagi.

Ditinggalkan sendirian, kegalauan Miho makin menjadi-jadi. Dia tidak mau bertemu dengan Eunhyuk dan Euncha, tapi tadi Euncha bilang bahwa Eunhyuk akan pergi ke Taiwan lama besok. Eotteohke? Kalau benar artinya dia akan lama tidak bertemu cowok itu. Kenapa pemikiran itu membuatnya takut?

^^^

“Kalian menipuku!” Miho menjerit jengkel.

Saat ini Miho, Eunhyuk dan Euncha sedang berada di sebuah perkebunan apel di luar Seoul yang dekat dengan pegunungan. Perkebunan itu terletak di belakang sebuah desa tradisional yang merupakan salah satu objek wisata budaya yang biasa dikunjungi anak sekolahan untuk study tour. Karena ini bukan musim study tour, desa itu sedang sepi dari pengunjung.

Tadi di rumah, Eunhyuk dan Euncha berhasil meningkatkan rasa bersalahnya karena menyerang Eunhyuk semalam. Mereka mengatakan bahwa Miho harus menemani keduanya bersenang-senang karena satu, telah mencelakai Eunhyuk, dan dua, sudah merepotkan Euncha setengah mati. Merasa tidak ingin berhutang budi, Miho terpaksa menuruti keduanya. Sepanjang perjalanan keduanya berhasil sedikit membangkitkan semangatnya dengan mengatakan bahwa Miho pasti akan menyukai acara ini.

Tapi dasar pasangan licik, sampai di tempat tujuan Miho justru terbengong-bengong karena mereka langsung diberi perlengkapan berupa baju overall kotor dan alat-alat berkebun. Tahu-tahu saja mereka sudah ada di tengah kebun apel dan harus membantu pemiliknya memanen apel. Mereka harus memetiki apel-apel yang merah ranum dan bila sudah tidak kuat menggendong keranjang yang berat, mereka bisa menaruh apel yang sudah dipetik di sebuah keranjang penampung yang sudah disiapkan oleh pemiliknya. Miho benar-benar kesal karena ternyata mereka datang untuk bekerja.

Matahari bersinar terik. Meski udara sejuk karena lokasi desa ini ada di bawah pegunungan dan musim panas juga sebentar lagi berakhir, Miho tetap sebal karena harus membawa-bawa beban berat di pundaknya dan mengenakan overall jelek yang bau dan kotor! Tongkat pemetiknya sekarang sudah tergeletak di tanah karena tadi dia melemparnya dengan kesal sambil berteriak. Yang paling buruk dari semua itu adalah, dia harus melihat Eunhyuk dan Euncha cekikikan seperti orang gila, kemana-mana bersama, seperti ada lem super kuat yang menempelkan mereka. Dia benci. Benci!

Miho merasa tertipu karena dia sama sekali tidak menyukai situasi ini. Dia ingin pulang. Tidak ingin melihat pemandangan menyakitkan di depannya. Akhirnya dia pun melakukan itu. Diletakkannya juga keranjang yang berisi beberapa buah apel, juga dilepaskannya overall dan sarung tangan. Topinya tetap dipakai, lalu dengan menghentak-hentak dia pergi meninggalkan tempat itu. Biar saja mereka berdua. Memangnya aku tidak punya uang untuk pulang sendiri?!

Tahu-tahu saja, Eunhyuk sudah menyusulnya. Cowok itu berjalan mundur di depannya. “Mau kemana?” ujarnya sambil nyengir tolol.

Miho berjalan sambil melihat Eunhyuk garang. “Minggir! Aku mau pulang!”

“Kenapa pulang?” cowok itu masih terus menghalangi langkah Eunhyuk.

“Karena aku benci!”

“Benci kenapa?”

“Benci karena kalian menipuku!”

“Kami menipumu? Menipu gimana?”

“Minggir! Pokoknya aku ga mau di sini! Mau pulang!” marah Miho sambil mendorong Eunhyuk hingga terjengkang.

Eunhyuk berusaha mencari pegangan dan tangannya meraih lengan Miho. Miho tidak siap dan tanah di belakang Eunhyuk tidak rata. Akhirnya mereka terjatuh bersamaan. Seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya, Miho jatuh menimpa Eunhyuk.

Menyadari posisinya, Miho langsung bangun dan duduk di sebelah Eunhyuk. Mulutnya berteriak, “YA! Apa-apaan kamu?!”

Eunhyuk malah tertawa melihat Miho begitu. Dulu waktu Miho terjatuh di atasnya, Eunhyuk masih ingat betapa tegang perasaannya. Sekarang ini, dia merasa bahwa hal itu menyenangkan. Langit  biru, wajah Miho yang marah-marah, dukungan Euncha, dan fakta-fakta tentang Miho membuatnya menyadari perasaannya sendiri. Ini mendebarkan dan menyenangkan. Dia bangun terduduk dan melanjutkan tawanya.

Miho memukul dada Eunhyuk keras, buk!

Eunhyuk mengernyit. Setelah sakitnya hilang, dia membelalak pada Miho, “YA! APPEU!”

“Sukurin!” balas Miho membentak. “Kenapa ketawa?! Emang niat ya bikin aku jengkel dari awal?!”

Cengiran Eunhyuk muncul lagi. Miho manis sekali. “Kan aku mau balas dendam untuk perbuatanmu semalam…” katanya dengan nada menyebalkan.

Miho melayangkan tinjunya lagi, tapi Eunhyuk malas mengelak. Malah tangannya terulur menangkap tangan Miho yang melayang. “Kamu ini hobi banget sih, main kekerasan?!” katanya menggoda Miho.

“Ciss!” Miho tambah jengkel. Akhirnya tangan satunya terulur hendak memukul Eunhyuk juga. Cowok itu lagi-lagi hanya mengelak sedikit lalu mulai mengejek Miho.

“Dasar pemalas. Baru kerja segini aja udah capek.”

“YA!” Miho berteriak tidak terima.

“Mwo?! Emang bener kan? Kamu bangunnya siang, terus sekarang metik apel baru tiga puluh menit udah ngambek ga mau kerja lagi. Itu kan namanya pema—” ucapan Eunhyuk terhenti karena Miho tiba-tiba bangun dari duduknya dan berlutut dekat sekali di depannya. Wanita itu meronta ingin melepaskan tangannya dari Eunhyuk sambil berusaha mengintimidasinya dengan posisi mata yang lebih tinggi.

Eunhyuk justru malah jadi ingin memeluk pinggangnya. Keinginan yang membuatnya frustasi. Dia tidak boleh membuat Miho ketakutan dengan menyentuhnya.

Miho memanfaatkan momen saat Eunhyuk merasa frustasi untuk melepaskan tangannya sebab pegangan Eunhyuk melemah saat itu. Dengan rasa menang, Miho mengulurkan tangan mencekik Eunhyuk. Membuat cowok itu terjatuh lagi ke belakang. “Kau mau mati ya, mengatai aku pemalas?! Hah?!” Miho menekan Eunhyuk ke tanah.

Yang ditekan terbatuk-batuk karena cengkeraman tangan di lehernya. Tangannya memukul-mukul lengan Miho. Memintanya untuk melepaskan cekikan yang sebenarnya tidak kuat sama sekali, hanya membuatnya menempel di tanah. Untung Euncha datang membantu Eunhyuk melepaskan pergulatan mereka.

Pura-pura terbatuk, Eunhyuk menunjuk-nunjuk Miho, “Ya! Kamu mau aku mati ya?!”

Euncha memeriksa kondisi Eunhyuk. Dia tidak menduga bahwa Eunhyuk sebenarnya hanya main-main. Dengan khawatir ditelitinya leher Eunhyuk. “Gwaenchanha?” tanyanya sangat khawatir terjadi sesuatu pada Eunhyuk. Tadi malam pria ini sudah berhasil dibuat pingsan oleh Miho. Masa sekarang mau celaka lagi. Dia menatap Miho heran, kenapa sih eonnie-nya ini? Kenapa tiba-tiba jadi brutal begini? “Eonnie gila ya?” tanyanya pada Miho sambil cepat-cepat berpaling lagi pada Eunhyuk.

Miho menangkap pandangan Euncha. Di depan matanya dia melihat perlakuan Euncha pada Eunhyuk. Tiba-tiba dia tak sanggup lagi menahan perasaannya. Tanpa dimauinya, air matanya menggenang. Sial, Eunhyuk melihatnya. Cepat-cepat dia bangkit dari duduknya, berjalan menjauhi mereka berdua.

Eunhyuk melongo tak percaya. Benarkah dia melihat air mata Miho? Menurut cerita Euncha, Miho tidak pernah menangis saat sadar, tapi tadi malam dan hari ini dia melihat air mata Miho. Rasa penyesalan mendatanginya. Kenapa dia hanya bisa membuat wanita itu ketakutan dan menangis? Kenapa dia tak bisa membuatnya tertawa? Padahal dia sudah merencanakan hari ini dengan cermat. Dia ingin Miho merasa rileks dan tak memikirkan hal-hal buruk.

Eunhyuk melepaskan tangan Euncha, kemudian berkata pada gadis itu bahwa dia tidak apa-apa. Sebentar saja dia sudah bisa mengejar Miho. “Miho-ya…” panggilnya dari belakang.

Miho tak menggubris. Dia terus berjalan. “Miho-ya,” panggilnya sekali lagi. Masih mendapat acuhan dari Miho.

Akhirnya Eunhyuk nekat. Dengan ringan dirangkulnya bahu Miho dan sikapnya dibuat seenteng mungkin. “Ya, Mihyung! Kenapa sih? Lagi sakit gigi ya?”

Miho berhenti mendadak. Dia menatap Eunhyuk kesal. Dengan satu tangan didorongnya Eunhyuk menjauh lalu melanjutkan langkahnya.

Eunhyuk terpaku. Miho benar-benar menangis. Kenapa? Dia berlari lagi mengejar Miho. “Kamu sakit ya?” kali ini dia menarik tangan Miho.

Miho berusaha melepaskan tangannya dari Eunhyuk.

Eunhyuk berkeras menahan tangannya. “Mihyung, kamu beneran sebel ya di sini? Mau pulang? Maaf ya, aku cuman pengin bikin kamu santai. Aku pikir tadi malem kamu banyak pikiran, makanya aku mikir untuk ngajakin kamu pergi jalan-jalan biar cuman sehari.”

Miho berhenti. Kenapa Eunhyuk harus bilang? Bukankah dengan begini dia semakin sakit hati? Kenapa Eunhyuk harus memikirkannya? Harusnya Eunhyuk tidak memikirkannya kan? Isaknya tidak tertahan lagi. Tapi dia menolak berhenti jalan dan membiarkan Eunhyuk menyadari tangisannya yang makin keras.

Eunhyuk bingung sebingung-bingungnya sekarang. Disentaknya tangan Miho hingga wanita itu menghadap ke arahnya. “Mihyung!”

“Huwaaaaaaaaaaa!!!!!” akhirnya Miho melepaskan tangisnya. Dia memukuli dada Eunhyuk. Dia sebal, benci pada cowok ini. Dia tidak ingin dekat-dekat dengan cowok ini. Tapi kenapa sekarang ini semua perhatian Eunhyuk bagai film yang diputar berulang-ulang dalam benaknya dengan iklan adegan Eunhyuk dan Euncha yang sedang berpelukan?

Kenapa dia harus sakit hati melihat mereka bersama? Miho bingung dengan perasaannya sendiri. Dia ingin menghindar dari mereka berdua, terutama Eunhyuk, tapi membayangkan bahwa Eunhyuk akan lama di Taiwan membuat perasaannya tak karuan. Dia menyesali kenyataan bahwa dia sudah demikian bergantung pada Eunhyuk. “Aku mau pulaaang! Huwaaa!” tangisnya.

Eunhyuk kaget melihat Miho yang menangis seperti anak 7 tahun kehilangan ibunya di tengah pasar.

“Aku mau pulaaaang!” rengek wanita itu.

Aduh, air mata kok bisa cantik banget sih??? Eunhyuk berpikir dengan gemas. Akhirnya dia meraih pinggang Miho. “Iya, iya, kita pulang. Maaf ya. Kita pulang,” katanya berusaha menenangkan sambil mendekap Miho di dadanya.

Miho meletakkan dagunya di bahu Eunhyuk. Tangisannya masih keras, tangannya kini melingkari pinggang Eunhyuk. “Kita pulang aja…” ujarnya di sela-sela tangisnya.

“Iya, kita pulang.” Eunhyuk mengiyakan tapi tak bergerak sedikit pun. Dia ingin membelai Miho, tapi tak berani.

Akhirnya setelah tangis Miho agak reda, Eunhyuk melepaskan pelukannya. “Kita beneran pulang?” tanyanya memastikan pada Miho.

Miho tak berani menatap Eunhyuk, jadi dia hanya mengangguk sambil menunduk. Ya ampun, dia memalukan sekali sih, menangis meraung-raung seperti anak kecil.

“Tapi kita harus mengembalikan alat-alat dulu, baru kita boleh pulang. Ayo, kita ambil dulu alat-alatmu tadi.” Eunhyuk berkata sambil menggandeng tangan Miho ke tempat Euncha yang sedang menunggu dengan raut muka tak bisa percaya.

Mihonnie tidak menolak dipeluk laki-laki selain Jihoon Oppa dan we-samchon?! Bahkan dengan Jihoon Oppa saja tidak sedekat itu. Wah, jangan-jangan memang ada sesuatu di antara kedua orang itu. Euncha harus menanyakannya pada Eunhyuk nanti.

“Eunchanie, kita pul—aduh!” Eunhyuk meraba kepalanya yang dijitak Miho.

“Yang boleh manggil Euncha begitu cuman aku!” bentak Miho galak pada Eunhyuk. Jejak air mata masih terlihat di pipinya, tapi matanya melotot.

“Tapi ga usah sambil ngejitak, kan?!” Eunhyuk protes.

Miho melepaskan diri dari Eunhyuk, lalu melangkah mendekati Euncha. Rasa posesif kini menguasainya. Dia memeluk Euncha dengan raut muka menantang. Hatinya entah bagaimana menjadi lebih ringan sejak Eunhyuk memeluknya. Sekarang dia tidak ingat lagi rasa galaunya, hanya ada rasa tidak terima Eunhyuk sudah memanggil Euncha dengan akrab.

Eunhyuk menggerutu, “Padahal kan ga perlu pake ngejitak…”

“Brisik lu ah. Ayo kita pulang!” Miho mengingatkan Eunhyuk pada niat mereka.

Euncha kaget. “Eh, pulang?! Kok pulang? Kita kan baru sampe…”

Miho merengut. Eunhyuk menjawab, “Tau tuh, tanya aja sama kakakmu. Nangis-nangis kaya anak ilang minta pulang,” Eunhyuk menjawab sambil mulai mengangkati peralatan Miho yang berserakan.

“Ya! Siapa yang anak ilang?!” Miho membentak Eunhyuk dengan nada galak.

Aigooo, kalau galaknya keluar, ga kebayang deh cewek ini sebenernya cewek imut yang kolokan, keluh Eunhyuk dalam hati. “Ya kamu. Kamu kan tadi nangis ngeraung-raung, puulaaang.. puuulaaaang.. gitu,” jawab Eunhyuk berani sambil mencibir-cibirkan mulutnya.

“Isssh!” Miho bergerak hendak menyerang Eunhyuk. Sebal karena diejek. Untung Eunhyuk bisa bergerak cepat. Mulutnya mencibir ke arah Miho sambil sekali lagi mengejeknya, “Puuuyyaaaang…”

“YA! Lee Hyukjae!” Miho berteriak kesal. Dia mengejar Eunhyuk. Yang dikejar berlari sembunyi di balik Euncha. Melihat itu Miho makin kesal. Dengan cepat dia menghampiri keduanya dan langsung memberi jarak agar mereka berjauhan. “Jangan deketin Euncha!” marahnya pada Eunhyuk.

“Wae?!” Eunhyuk menantang.

“Geunyang ssireo!”

“Geureohnikka, wae?” Eunhyuk melangkah mendekati Euncha dan menggenggam tangannya, makin bernafsu menggoda Miho.

Miho menghentakkan kakinya, “Eeeiiisssh! Pisah!” perintahnya melepas pegangan Eunhyuk.

“Ssireo!” Eunhyuk kini memeluk bahu Euncha.

Miho marah sekali. Akhirnya dia malah sibuk berusaha memisahkan Eunhyuk dari Euncha, bukannya membereskan peralatan. Semakin Miho berusaha, semakin Eunhyuk tidak mau melepaskan Euncha. Di tengah mereka, Euncha yang paling menderita. Berkali-kali tangan Miho menampar dan memukulnya, sementara Eunhyuk membuat tubuhnya bergoncang-goncang karena terus-terusan ditarik untuk dipeluk. Akhirnya ketika kepalan Miho tidak sengaja meninju pipinya, dia berteriak, “DIAAAAAAAAM!”

Eunhyuk dan Miho langsung kaget dan diam. Euncha melepaskan tangan Eunhyuk di bahunya dengan kasar, sementara dia memelototi Miho. “Pokoknya aku ga mau pulang! Kita baru sampe! Dan aku pengin ngebawa pulang apel yang kupetik! Kalian,” ujarnya menunjuk muka Miho dan Eunhyuk, “lanjutkan kerja!”

Euncha benar-benar terlihat seperti Bu Guru yang sedang memarahi muridnya, sehingga baik Miho maupun Eunhyuk terdiam dan agak takut. Eunhyuk langsung memungut tongkat petiknya sementara Miho mengenakan kembali overall dan sarung tangannya. Sebentar kemudian kedua orang itu sudah berdiri di hadapan Euncha, siap bekerja kembali. Euncha puas. Dia mendengus angkuh. “Pokoknya kita sampai Seoul saat langit sudah gelap. Tidak sebelum itu! Arachi?!” tegasnya.

“Ne,” sahut Miho dan Eunhyuk bersamaan.

“Kalian petik sebelah sana, aku akan petik sebelah sini. Nanti kita ketemu lagi di pondokan, ya?” nada Euncha memerintah tapi sudah lebih lunak.

Miho dan Eunhyuk lagi-lagi hanya bisa menuruti perintah. Dengan patuh keduanya pergi ke arah yang sama. Ujung-ujungnya, Miho dan Eunhyuk malah bisa bekerja sama dengan baik. Miho yang memanjat pohon dengan tangga dan memetiki apel, sementara Eunhyuk menunggu di bawah sambil membawa keranjang tempat menampung apel. Terkadang keduanya mencuri apel untuk langsung dimakan sambil terkikik-kikik. Melihat keduanya seperti melihat dua ekor monyet nakal pencuri makanan.

Eunhyuk menyadari bahwa dia menikmati ini. Wajah Miho tampak rileks dan senang. Tawanya lepas berderai, sikapnya tenang dan tanpa batasan. Miho yang ceria, Miho yang cantik menyenangkan ada di hadapannya sekarang. Eunhyuk ingin selalu melihat Miho yang seperti ini. Dia memang egois. Dia tidak menyukai Miho yang tampak menderita. Bukan karena apa-apa, hanya karena dia tidak suka mengkhawatirkan Miho. Rasanya sungguh tak karuan.

Miho tidak tahu apa namanya perasaan ini. Tapi bersama Eunhyuk selalu menyenangkan. Kekhawatirannya menghilang. Apapun terasa ringan karena cowok itu selalu berhasil membuatnya melihat hal-hal dengan lebih asyik. Kalau suka, lakukan. Jika tak suka, kau cukup buang rasa tak sukamu lewat buang air besar. Hahaha, mana ada orang bodoh yang punya prinsip seperti itu? Jawabannya ada di depan Miho. Judulnya Eunhyuk.

Tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat. Mereka berdua kaget ketika salah seorang penjaga kebun muncul dan memberitahu mereka bahwa sekarang sudah saatnya mereka pulang. Ketika keduanya mengikuti penjaga kebun itu sambil menyeret-nyeret buah apel hasil petikan, mereka melihat Euncha sudah melepas semua perlengkapannya dan sedang duduk santai di teras rumah penjaga kebun, meminum air manisan apel.

“Eunchanie curaaang! Masa minum duluan…” Miho pura-pura merajuk.

Euncha hanya melambai mendengar seruan Miho itu. Setelah meneguk airnya, dia  membalas, “Ayo cepetan sini. Keburu abis lho. Seger banget ini.”

Miho dan Eunhyuk buru-buru meletakkan apel perolehan mereka di dekat timbangan. Lalu setelah melepas semua perlengkapan, mereka segera menyerbu teras. Di sana Euncha sudah siap dengan dua gelas berisi air manisan apel. Miho menerima gelasnya dengan senang dan langsung menenggak isinya dengan rakus. Begitupun dengan Eunhyuk. Euncha berujar, “Pelan-pelan aja deeeh, minumnya…”

Dia mengatakannya sementara isi mulutnya belum sepenuhnya tertelan. Akhirnya ada sedikit air yang menetes dari sudut mulutnya. Eunhyuk melihatnya lalu segera mengambil tissu dan mengelap air yang menetes. “Eiish, menjijikan!” protesnya pada Euncha.

Yang diprotes hanya menunduk malu. Mukanya memerah. Memang saat ini dia sedang merasa bebas sekali, sampai-sampai lupa bersikap sopan.

Miho melihat wajah merah Euncha dan entah kenapa dia menunduk. Hatinya mulai tidak enak lagi. Dengan rasa yang mulai hambar dia menghabiskan isi gelasnya.

Selanjutnya, tanpa disadari oleh siapapun, Miho mulai menarik diri. Dalam dirinya terdapat perasaan yang sangat kontradiktif. Setelah berinteraksi lagi seharian dengan Eunhyuk, dia bisa melihat bahwa cowok itu sangat baik. Eunhyuk bisa membuat Euncha bersikap lebih rileks dan menanggalkan kendali dirinya yang terlalu kaku. Pemikiran itu membuatnya senang, meskipun rasa senangnya agak dirusak oleh perasaan tidak rela. Menurut Miho, rasa tidak rela itu disebabkan karena dia mengira akan mulai kehilangan Euncha.

Kali itu Miho menahan diri tidak menunjukkan emosinya. Dia tidak mau tampak bodoh lagi di hadapan semua orang. Hari ini sudah menjadi sangat indah karena Eunhyuk dan Euncha, maka dia tidak mau merusaknya dengan bersikap egois. Lebih baik dia mulai memikirkan akan jadi bagaimana nantinya hubungan Eunhyuk dan Euncha. Rasanya itu hal yang baik.

Lalu kenapa hatinya nyeri melihat interaksi keduanya semakin mesra?

Waktu pulang tiba. Eunhyuk membantu Euncha dan Miho memasukkan kotak-kotak apel mereka ke dalam mobil, sementara Euncha dan Miho mengamati. Tiba-tiba Euncha menyenggolkan bahunya ke bahu Miho. Wajahnya tersenyum senang sekali. “Eonnie, Eunhyuk Oppa baik ya?” tanyanya pelan, menjaga agar suaranya tak terdengar Eunhyuk.

Miho terkejut dengan pertanyaan itu, tapi menyembunyikan perasaannya dengan menunduk. Setelah mengeluarkan semua kemampuannya dalam berakting, dia menampilkan wajah polos di hadapan Euncha. “Baik? Kamu pikir begitu?”

Euncha tertawa tertahan. Tangannya melingkar ke bahu Miho. “Hmm!” jawabnya sambil mengangguk. “Dia jail dan kadang kata-katanya menyebalkan sih, tapi dia perhatian dan tanggap. Cowok yang cocok tuh dijadiin pacar.”

Eotteohke? Kenapa hati Miho tiba-tiba serasa diiris? Dia menyunggingkan senyumnya ke arah Euncha, “Kamu suka padanya? Cowok begitu?”

Dengan pasti Euncha menatap mata Miho lalu mengangguk. “Oh!” ucapnya tegas. Dikiranya Miho sedang meminta dukungannya.

Oh Tuhan, tolong aku. Aku tak ingin menangis sekarang. Lumpuhkan kelenjar air mataku sekarang, ya Tuhan. Tak tahu kenapa dia memberontak terus ingin bekerja. Bahkan saat ini aku tak melihat ada alasan yang tepat untuknya bekerja. Mohon Miho sungguh-sungguh dalam hati.

Dan Miho berhasil. Dia tersenyum, matanya tetap hampir kering meski Euncha sempat mengira dia melihat kilatan di sana. “Johda!” hanya itu yang mampu dikatakan Miho untuk mendukung Euncha.

Tepat saat itu Eunhyuk sudah selesai, lalu mereka semua beranjak memasuki mobil setelah disuruh cowok itu. Dengan kepedihan yang membingungkan, Miho duduk di jok belakang sendirian sementara Euncha duduk di sebelah Eunhyuk di depan.

Sepanjang perjalanan mata Miho tak bisa lepas dari pemandangan di depannya. Saat keduanya hendak mengajaknya bicara, dia akan pura-pura sedang mengamati jalan atau sedang tidur. Saat keduanya sedang sibuk berbicara, Miho akan mengamati. Mengamati wajah Euncha yang berseri-seri, mengamati raut Eunhyuk yang tampak bahagia. Perasaan cemburu di hatinya begitu kuat.

Ini situasi yang dilematis bagi Miho. Kedua orang itu adalah orang yang disayanginya, maka kecemburuannya seharusnya tidak boleh ada. Kalaupun boleh, dia tidak mungkin melakukannya, kan? Bukankah dia seorang invalid? Dia tak mampu menjalin hubungan dengan siapapun kan? Pikir Miho sembari mengamati Eunhyuk. Kalau dia menyukai cowok ini, itu akan sangat tidak adil bagi mereka berdua. Karena Miho tidak mungkin menjalin hubungan yang serius. Eunhyuk akan merasa dipermainkan, sementara Miho akan terjebak di antara rasa bersalah dan rasa takutnya.

Tiba-tiba Miho ingin tertawa. Kenapa dia harus bingung? Sudah jelas kan, tidak akan ada apapun yang terjadi antara dirinya dan Eunhyuk. Di samping semua alasan egois yang tadi dipikirkannya, Miho harus sadar siapa dirinya. Bukan dirinya yang dilihat Eunhyuk dengan mata sebahagia itu. Tapi Euncha. Jadi tak perlulah dia pusing memikirkannya kan? Satu-satunya yang harus dilakukan hanya kembali mengumpulkan kesadarannya, meredakan segala emosi yang sejak semalam selalu muncul gara-gara bayangan Eunhyuk dan Euncha bersama.

Tiba-tiba mobil mereka berhenti. Miho tidak tahu apa yang terjadi, tapi Eunhyuk dan Euncha keluar dari mobil. Miho masih setengah dikuasai lamunannya ketika keluar mobil dan menemukan hal yang tanpa diharapkan membuat hatinya hancur lebur seketika. Semuanya terlambat. Kesadarannya terlambat. Pencegahannya terlambat. Dia sudah menyukai Eunhyuk. Dan Eunhyuk sudah bersama Euncha.

Di depannya Eunhyuk sedang memeluk Euncha.

^^^

“Bukan di situ, Oppa. Ke bawah lagi!” Euncha protes.

Eunhyuk menurunkan jarinya. Kenapa sih gadis ini harus memaksakan diri sekeras itu hanya untuk membawakan oleh-oleh apel untuk pacarnya yang bahkan terlalu sibuk untuk menemaninya? Akhirnya punggungnya kesakitan, kan? Cowok itu berpikir sambil memijat daerah punggung Euncha yang katanya sakit.

Posisi mereka sekarang benar-benar tidak enak dilihat. Gampang mengundang kecurigaan orang. Eunhyuk dan Euncha tadi sedang mulai khawatir pada kondisi Miho yang tampak kembali menarik diri. Wanita itu tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri sejak mereka meninggalkan perkebunan. Eunhyuk dan Euncha sudah berusaha memancingnya dengan candaan, ejekan dan bahkan hinaan, tapi tak satupun digubris oleh Miho. Sampai akhirnya Euncha berseru kesakitan karena punggungnya kram karena duduknya tidak pernah benar akibat selalu bolak-balik ke belakang mengawasi Miho.

Mereka akhirnya memutuskan berhenti sejenak untuk meluruskan punggung. Malang bagi Euncha, gerakannya justru makin menambah sakit di punggungnya dan ketika hendak berbalik untuk berpegangan pada mobil, langkahnya tersandung kakinya sendiri. Akhirnya dia hampir jatuh kalau saja saat itu Eunhyuk tidak menahannya. Lebih parah, punggungnya tidak bisa diajak kerja sama. Kramnya sangat menyakitkan sehingga suka tidak suka dia harus menyandar pada Eunhyuk dan membiarkan cowok itu mengurutnya sedikit demi sedikit. Dengan agak kesal Euncha menyalahkan apel-apel berat yang digendongnya tadi siang.

Akhirnya punggung Euncha sudah terasa lebih enak. Mereka berdua memisahkan diri perlahan-lahan dan mendapati Miho sedang menatap mereka. Eunhyuk langsung panik. “Mi, Mi, Miho-ya…” meski tidak tahu alasan tepatnya, pria itu merasa bersalah pada Miho.

Euncha juga dengan canggung melepaskan dirinya dari Eunhyuk. Alasannya sih sebagian besar karena punggungnya masih belum benar-benar pulih. Alasan lainnya adalah karena dia ingin menyandarkan punggungnya ke suatu tempat yang nyaman seperti sandaran mobil.

Miho tersenyum. “Kalian ini ga bisa sabar ya? Hahaha, dasar anak muda.”

Eunhyuk dan Euncha saling berpandangan tak mengerti. Miho ngomong apa sih?

Miho masuk kembali ke mobil. Sebelum pintu mobil menutup, wanita itu berseru, “Aku tunggu di dalam! Kalian jangan lama-lama ya, inget masih ada aku nungguin di sini.” Suaranya terdengar mengandung tawa, yang membuat Eunhyuk dan Euncha makin bingung.

Blam. Pintu penumpang menutup dan Miho menghela nafasnya sekali. Lalu sekali lagi. Dan sekali lagi. Lagi. Dan lagi. Entah pada helaan ke berapa Miho akhirnya bisa menelan air matanya. Mulutnya berkomat-kamit, “Aku ingin Euncha bahagia… Aku ingin Euncha bahagia… Aku ingin Euncha dan Eunhyuk bahagia…”

Saat Eunhyuk dan Euncha masuk lagi ke dalam mobil, mereka melihat Miho sudah memejamkan mata dan menggeletakkan kepalanya di sandaran. Kegelapan membuat mereka tidak menyadari komat-kamit pelan mulut Miho. Mereka pulang hampir dalam keheningan total, kecuali saat Eunhyuk menanyakan arah pada Euncha.

-cut-