Tag

,

mayx03

597w. Ah namun sarapan tidak sesibuk itu. Hanya santapan besar dan kopi untuk cuci mulut. Biasanya.

.

Denting piring terdengar sesekali dari ruang luas berlangit-langit jamuan makan dewa. Berkebalikan dengan kemeriahan lukisan di atasnya, meja makan oval besar di tengah ruang hanya ditunggui oleh dua orang pria dan empat orang pelayan. Itu pun dua pelayan hanya datang sesekali untuk mengganti jamuan yang telah habis.

Ah namun sarapan tidak sesibuk itu. Hanya santapan besar dan kopi untuk cuci mulut. Biasanya.

Lord Changmin mendengarkan sambil mengunyah tenang saat Sir Yunho mengabarinya tentang posisi saham keluarga Shim pagi ini.

Menyesap jeruknya dengan anggun, Lord Changmin melirik sepintas ke arah Yunho sebelum kembali menatap bosan ke pintu ruang makan.

“Kita menghadapi masalah di Departemen Inventori, Lord.” Sir Yunho memberi tahu pekerjaan pertama Changmin hari ini: menemukan solusi untuk masalah kecil di perusahaan konveksinya, satu dari banyak anak perusahaan di bawah label Shim Grup. “Divisi Penerimaan Barang menginformasikan bahwa pengiriman renda untuk koleksi baju musim semi terhambat.”

Perlahan Changmin meletakkan garpu di tangan kirinya ke atas tatakan.

Yunho bicara lagi, tenang, namun Changmin mendengar sedikit nada gugup di baliknya. “Saya sudah menyuruh Divisi itu untuk mencari tahu apa yang terjadi. Dan saya mengirim Darren untuk mengawasi mereka.”

Changmin mengangguk. Kemudian meraih potongan apel.

Yunho menatapnya selama beberapa saat, tapi lalu melanjutkan menyantap sarapannya sendiri. Rutinitas. Sarapan bersama Lord Changmin. Mengunyah, menelan, lalu bicara lagi. Hanya itu. Di samping fakta bahwa Lord Changmin sendiri amat jarang bicara, Yunho tetap mengalirkan berbagai macam informasi dari mulutnya. Masalah ini dengan solusi itu, masalah itu bersolusi anu, masalah anu solusinya belum ketemu—namun sedang diusahakan. Begitulah, pekerjaan Changmin sudah selesai bahkan sebelum dia membuka mulut.

Kemudian saat Yunho bungkam lebih renggang dari sebelumnya, Changmin menggigit potongan nanas terakhirnya, asam segar menyeruak di dalam mulut, Changmin merasa cita serepih menyapa pagi ini. “Semua teratasi?” tanyanya pada Yunho.

Yunho mengangguk formal.

Kali ini Changmin tersenyum. Semua ketegangan Yunho sebelum ini menguar demikian perlahan sampai terasa manis. Laknat berkelintasan maju di depan logikanya, bertanya-tanya mengapa dia sangat tegang tanpa alasan.

Lelaki di hadapannya ini sangat muda, sangat nihil pengalaman sampai jamak mereka yang ingin memanfaatkan sang yuwana. Kalau bukan karena nasib baik, mungkin Yunho tak akan bisa mengenal Lord Changmin. Sejak kecil tumbuh bersama dengan tirai pembatas yang tak pernah benar-benar tersingkap, Yunho mengaji persinggungannya dengan Changmin selama bertahun-tahun. Ayahnya mengabdi pada Lord Shim, kini Yunho pun menyamakan langkahnya. Sekalipun Lord Shim mangkat sebelum kesiapan Lord Changmin benar-benar matang, namun toh Yunho sudah menapakkan kakinya tegar-tegar di sisi si bangsawan muda.

Berpendamping Sir Yunho, Changmin melangkah kukuh meski setatih demi setatih. Yunho memastikan Changmin mendapatkan semua waktu yang dibutuhkannya untuk mempelajari segala macam hal. Lady Yu Qi, wanita cerdas dengan cincin Yunho di jarinya bahkan lebih tegas menghadapi Changmin daripada Yunho sendiri. Kalau bukan karena wanita itu, Yunho pikir Changmin tak akan duduk tenang bersamanya setiap pagi untuk sarapan. Meski demikian, Yunho menolak tegas saat tunangannya itu mengusulkan agar Changmin memanggilnya Kakak. Wajah muda bersorot malu-malu namun tajam itu memancarkan kharisma yang tak bisa Yunho langkahi hingga berani menganggapnya kurang dari Lord yang sepatutnya dia junjung.

“Terima kasih, Sir Yunho. Kau sudah bekerja keras. Boleh aku pergi bersama Keroro?” Changmin bertanya sopan, wajahnya penuh harap.

Mau tak mau Yunho tersenyum, ingat sepuluh tahun lalu saat dia masih tujuh belas tahun seperti anak muda di hadapannya ini. Dia mengangguk. “Tentu saja. Sampai jumpa saat makan malam, My Lord.”

Changmin menjentikkan jari sebelum memundurkan kursinya, terlalu tidak sabar menunggu pelayan meladeninya. “Pastinya,” suaranya sudah di pintu saat menjawab Yunho. Tangan kirinya sudah memegang kekang Keroro.

Yunho tergelak. Pelan, tentu saja, karena kekeh bangsawan bukan untuk dibeberkan. Yu Qi akan menjewer telinga Changmin jika dia melihat sikapnya sekarang. Oh Yu Qi pasti akan melakukannya.

.

.kkeut.