Tag

Word count: 200w

http://wp.me/p1rQNR-jU

Ini berdasarkan kisah nyata teman saya yang merupakan mahasiswa pertukaran asal Afrika. Dia menikah secara online sehari sebelum sidang masternya. Tiba-tiba saja ingat padanya…

 

…/

Hening. Hanya suara penghulu terdengar dan sedikit bisikan suara orang-orang di belakang. Aku menunggu. Menunggu satu kata itu diucapkan oleh penuntun ijab kabul onlineku. Dari paparan layar kulihat wanita-yang-sebentar-lagi-jadi-istriku sedang menunduk. Kerudungnya yang berwarna emas tampak menyolok di atas kulit legamnya. Dia cantik. Dan aku tak bisa melepaskan tatapan tegangku darinya. Aku ingin satu kata itu segera dinyatakan agar aku bisa melihat senyumnya yang sekarang masih tertutup tunduk. Dia belum berani menatapku. Belum boleh.

“Sah!” ujar penghulu akhirnya. Seketika aku mendengar ramai suara orang-orang di belakang sana. Semua yang hadir mengucapkan puji-pujian menyaksikan peristiwa pendirian institusi rumah tangga baru. Ramai dan suka cita. Istriku—istriku—mengangkat wajahnya dan tersenyum padaku. Kami suami istri sekarang. Dan aku tak bisa menahan senyum menyadari hal itu. Lengkap sudah hidupku sebagai manusia, sebagai lelaki, sebagai umat Kekasih Allah. Kami keluarga baru Nigeria, kami pemilik kartu keluarga yang baru, siap menjelang kehidupan rumah tangga.

Dan Bogor, merayakan status baruku dengan hujan yang lembut. Halus dan rapat butirannya, kencang dan dingin angin yang menyertainya. Hening, hanya aku, hujan, dan sambungan internet. Tapi aku tetap suami seseorang sekarang. Tunggu aku istriku, besok aku sidang, lusa aku pulang. Lalu akhirnya rumah tangga kita akan lengkap. Tunggulah sebentar lagi.

/…